REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri mengecam Undang-Undang Tanah Yahudi yang disahkan oleh Parlemen Israel pada 19 Juli 2018. Pernyataan sikap Pemerintah Indonesia itu disampaikan oleh Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi seusai melakukan pertemuan bilateral dengan Menlu Malaysia Saifuddin Abdullah di Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri RI, di Jakarta, Senin (23/7).
"Saya ingin membahas tentang pernyataan mengenai Jewish Statement Law pada tanggal 19 Juli 2018 oleh parlemen Israel. Disahkannya Undang-undang (Tanah Yahudi) tersebut telah menafikan hak-hak warga Palestina di Israel," kata Menlu Retno.
Ada istilah "negara bangsa Yahudi" dalam Undang-Undang Tanah Yahudi yang disahkan oleh Parlemen Israel pada 19 Juli 2018. Undang-undang itu menganggap tanah Israel sebagai tanah air historis dari orang-orang Yahudi dan hak untuk melaksanakan penentuan nasib sendiri nasional di negara Israel adalah unik untuk orang-orang Yahudi.
Undang-undang itu juga menyatakan, bahasa Ibrani sebagai bahasa resmi dan menurunkan peringkat bahasa Arab hanya menjadi "status khusus".
Baca juga, UU Negara Bangsa Yahudi Ancam Peluang Perdamaian Timteng.
Di bawah undang-undang tersebut, Israel memandang perkembangan permukiman Yahudi sebagai nilai nasional dan akan bertindak untuk mendorong dan mempromosikan pembentukan dan konsolidasi.
Terkait dengan hal itu, Pemerintah Indonesia memandang bahwa Undang-Undang Tanah Yahudi tersebut dapat mengganggu upaya penyelesaian konflik antara Israel dan Palestina secara damai. "(Undang-undang) itu mengancam upaya penyelesaian konflik berdasarkan two state solution (solusi dua negara)," ujar Menlu Retno.