Selasa 24 Jul 2018 11:27 WIB

UU Yahudi, Inggris: Sebagai Teman Israel, Kami Prihatin...

Inggris menganggap UU Negara Yahudi akan merusak komitmen perdamaian

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Bilal Ramadhan
Unjuk rasa yang menentang adanya rencana UU Negara Bangsa Yahudi yang digelar di Tel Aviv beberapa waktu lalu
Foto: Al Monitor
Unjuk rasa yang menentang adanya rencana UU Negara Bangsa Yahudi yang digelar di Tel Aviv beberapa waktu lalu

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Pemerintah Inggris turut mengomentari diterbitkannya Undang-Undang Negara Bangsa Yahudi oleh parlemen Israel (Knesset). Menurut Inggris, UU itu berpotensi menggagalkan janji Israel untuk menciptakan kesetaraan di Timur Tengah.

"Komitmen panjang Israel untuk kesetaraan bagi semua warganya adalah salah satu kekuatan besar sebagai sesama demokrasi. Sebagai teman dari Israel, kami prihatin dengan rancangan undang-undang baru itu dapat merusak komitmen tersebut," kata juru bicara Kantor Luar Negeri dan Persemakmuran Inggris seperti dikutip laman Anadolu Agency, Senin (23/7).

Ia memang enggan namanya dipublikasikan karena keterbatasan kapasitas untuk memberi keterangan kepada media. UU Jewish Nation State atau Negara Bangsa Yahudi diloloskan Knesset pada Kamis (19/7).

Dengan diloloskannya UU tersebut, Israel memproklamirkan diri sebagai negara atau tanah air bangsa Yahudi. UU itu mengklaim seluruh Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Selain itu, UU tersebut turut mencabut status bahasa Arab sebagai bahasa resmi. Dengan demikian hanya terdapat bahasa Ibrani dan bahasa resmi negara.

UU tersebut diyakini akan mendorong Israel untuk terus memperluas proyek permukiman Yahudi di wilayah-wilayah pendudukan Palestina walaupun telah dinyatakan ilegal di bawah hukum internasional. Di sisi lain, UU itu juga dikhawatirkan akan semakin memarginalkan masyarakat Palestina berkewarganegaraan Israel yang mencapai 1,8 juta orang atau sekitar 20 persen dari total populasi masyarakat Israel.

Negara-negara Arab telah merespons penerbitan UU tersebut. Pemerintah Mesir secara tegas menolak UU itu. Kairo menilai UU Negara Bangsa Yahudi merusak peluang bagi proses perdamaian Timur Tengah.

"Republik Arab Mesir mengumumkan penolakannya terhadap UU negara bangsa untuk orang-orang Yahudi yang disahkan Knesset karena konsekuensi yang menyucikan konsep pendudukan dan segregasi rasial," kata Kementerian Luar Negeri Mesir dalam sebuah pernyataan pada Sabtu (21/7).

Mesir menilai, UU itu juga mengancam rencana perdamaian Timur Tengah. "Ini merongrong peluang untuk mencapai perdamaian dan mencapai solusi yang adil serta komprehensif untuk masalah Palestina," kata Kementerian Luar Negeri Mesir.

Sementara itu Pemerintah Turki menilai UU Negara Bangsa Yahudi merupakan upaya Israel melegalkan pendudukannya atas Palestina. "Dengan dukungan penuh dari pemerintahan Trump, pemerintah (Perdana Menteri Israel Benjamin) Netanyahu tanpa malu berusaha melegalkan pendudukan dan memusuhi seluruh dunia Muslim," kata juru bicara Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Ibrahim Kalin.

Selain rasis, Kalin menilai UU tersebut akan mengubur konsep solusi dua negara antara Israel dan Palestina. "Ini adalah paku terakhir dalam peti mati solusi dua negara," ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement