Selasa 28 Aug 2018 14:00 WIB

Dakwah dan Toleransi Beriringan Sejak Awal

Rasulullah SAW meletakkan teladan agung toleransi.

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Agung Sasongko
Masjid Nabawi
Foto: Republika/Karta Rahardja
Masjid Nabawi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Toleransi berarti menenggang pendirian yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri. Khotimah dalam artikelnya pada Jurnal Ushuluddin(2013) menjelaskan, istilah bahasa Arab untuk kata toleransi adalah at-tasamuh yang berarti bermurah hati. Istilah lainnya ialah tasahul yang bermakna bermudah-mudah.

Dalam konteks hubungan antarumat beragama, toleransi bermakna membiarkan situasi tetap tenang dan rukun, sehingga setiap orang dapat menjalankan ibadah atau ajaran agamanya masing-masing tanpa disertai konflik. Prinsip serupa sesungguhnya juga berlaku di internal umat suatu agama. Perbedaan antarmazhab, umpamanya, seyogianya dihadapi dengan penuh toleransi agar tidak menjurus pada kekerasan.

Toleransi mengandaikan kemajemukan di tengah masyarakat. Alquran telah mengisyaratkan adanya kuasa Allah SWT di balik fakta tersebut. Misalnya, surah Yunus ayat 99 yang artinya, Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia su paya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya? Maka dari itu, tidak ada gunanya memaksakan penyeragaman (homogenisasi) karena keberagaman justru merupakan sunatullah yang sepatutnya disyukuri.

Sepanjang sejarah, sikap toleran sudah mewarnai hubungan antara kaum Muslimin dan non-Muslim. Pembebasan Makkah merupakan contoh penting tentang pengutamaan prinsip tenggang rasa, bahkan ketika orang Islam sedang berjaya.