Selasa 28 Aug 2018 21:45 WIB

200 Muslim Rohingya Menanti di Perbatasan Bangladesh

Tentara Myanmar disebut kembali melakukan kekerasan.

Rep: Marniati/ Red: Ani Nursalikah
Warga Rohingya berdoa dalam peringatan satu tahun kekerasan tentara Myanmar.
Foto: AP Photo/Altaf Qadri
Warga Rohingya berdoa dalam peringatan satu tahun kekerasan tentara Myanmar.

REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA -- Lebih dari 200 warga Rohingya menunggu di dekat perbatasan selatan Bangladesh untuk memasuki negara itu. Mereka ingin mencari tempat berlindung yang aman dalam menghadapi tindakan keras yang dilakukan oleh militer Myanmar.

Dilansir di Anadolu, Selasa (28/8), Direktur Penjaga Perbatasan Bangladesh (BGB) Batalyon-II, Letnan Kolonel Asaduzzaman Chowdhury mengatakan kepada Daily Star pasukan militer Bangladesh mengetahui Kamis lalu lebih dari 200 orang Rohingya sedang menunggu di dekat Shah Porir Dwip di Teknaf.

Penjaga perbatasan Bangladesh telah memperkuat pengawasannya di daerah itu. Selain BGB, para anggota Penjaga Pantai berpatroli di Sungai Naf, satu-satunya sungai perbatasan  antara Bangladesh dan Myanmar, untuk menghindari gelombang pengungsi masuk.

Seorang tokoh masyarakat Rohingya di kamp pengungsi Leda di Cox's Bazar, Abdul Motaleb Mater, mengatakan ia mengetahui dari anggota keluarganya dan kontak lain di Myanmar banyak orang Rohingya dari beberapa desa berkumpul di sisi timur sungai Naf.

"Mereka berkumpul di sana untuk mencari tempat berlindung yang aman karena tentara Myanmar telah memulai tindakan keras lainnya pada Kamis," katanya.

Menurut Badan Pembangunan Internasional Ontario (OIDA), sejak 25 Agustus 2017, lebih dari 24 ribu Muslim Rohingya telah dibunuh oleh pasukan negara Myanmar. OIDA menyebutkan lebih dari 34 ribu orang Rohingya dibakar, sementara lebih dari 114 ribu lainnya dipukuli.

Sementara itu sekitar 17 ribu wanita dan gadis Rohingya diperkosa oleh tentara dan polisi Myanmar. Lebih dari 115 ribu rumah Rohingya juga dibakar dan 113 ribu lainnya dirusak.

Menurut Amnesty International, lebih dari 750 ribu pengungsi Rohingya, sebagian besar anak-anak dan perempuan, telah melarikan diri dari Myanmar dan menyeberang ke Bangladesh setelah pasukan Myanmar melancarkan tindakan keras terhadap komunitas Muslim Rohingya.

Rohingya, yang digambarkan oleh PBB sebagai orang-orang yang paling teraniaya di dunia, telah menghadapi ketakutan yang meningkat karena puluhan orang terbunuh dalam kekerasan komunal pada 2012.

PBB telah mendokumentasikan perkosaan massal, pembunuhan, termasuk bayi dan anak kecil, pemukulan brutal, dan penghilangan yang dilakukan oleh pasukan negara Myanmar. Dalam laporannya, penyelidik PBB mengatakan pelanggaran tersebut  merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Baca juga: Krisis Rohingya, AS Minta Pertanggungjawaban Militer Myanmar

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement