REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan kekhawatirannya terhadap penahanan kelompok Muslim Uighur di Cina. PBB bahkan meminta mereka dibebaskan.
Pernyataan itu dikeluarkan, setelah komisi PBB mendengar beberapa laporan terkait ditahannya sekitar satu juta Muslim Uighur di wilayah Xianjiang barat. Hanya saja, pemerintah Cina menyangkal tuduhan tersebut.
Meski begitu, Cina mengakui ada beberapa Muslim ditahan karena dianggap ekstrimis. Dikatakan, mereka ditahan untuk dididik kembali. Cina menilai, milisi serta separatis Islamis bertanggung jawab atas terjadinya kerusakan di daerah tersebut.
Sementara, seperti dilansir BBC, Sabtu, (1/9), saat melakukan pengkajian pada awal Agustus oleh anggota komite PBB untuk Penghapusan Diskriminasi Ras menyebutkan, sejumlah laporan yang bisa dipercaya mengindikasikan Beijing telah menjadikan daerah otonomi Uighur menjadi sesuatu seperti camp pengasingan besar. Menanggapi itu Cina menyatakan, warga Uighur telah mendapatkan hak sepenuhnya. Hanya saja, Beijing mengatakan, pihak-pihak yang dibohongi ekstrimisme keagaman akan dibantu lewat pemukiman. Termasuk melalui pendidikan kembali.
Sebelumnya pada Kamis, (30/8), PBB mengeluarkan kesimpulan pengamatannya dan menyebutkan 'definisi luas tentang terorisme dan acuan kabur mengenai ekstrimisme serta definisi tidak jelas terkait separatisme dalam undang-undang Cina'. Mereka juga meminta Beijing mengakhiri penahanan tanpa dakwaan hukum, pengadilan, dan vonis.
Komite PBB pun mendesak Beijing agar segera membebaskan orang-orang yang ditahan. Termasuk memberikan data jumlah orang yang ditahan sekaligus alasan penahannya.
Sebagai informasi, kelompok Uighur merupakan minoritas Muslim yang sebagian besar ada di daerah Xinjing, Cina Barat. Sekitar 45 persen penduduk di sana merupakan Uighur.