Kamis 13 Sep 2012 16:04 WIB

Masih Buta Aksara, 1,9 Juta Warga di Papua

Rep: Bilal Ramadhan/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Warga Kabupaten Mulia, Provinsi Papua, saat berangkat ke pasar.
Foto: Republika Online/Chairul Akhmad
Warga Kabupaten Mulia, Provinsi Papua, saat berangkat ke pasar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akan memperingati Hari Aksara Internasional (HAI) ke 47 di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, di 16 September 2012 mendatang. Namun menjelang peringatan tersebut, angka tuna aksara atau buta aksara di Indonesia masih cukup tinggi.

Berdasarkan data yang dimiliki Kemendikbud, jumlah buta aksara di Indonesia masih sebanyak 6,7 juta. Jumlah buta aksara ini memang menurun lebih dari 50 persen jika dibandingkan pada 2004 yang sebanyak 15,4 juta orang.

"Kita sudah mengetahui jika masih ada sebanyak 1,9 juta orang di Papua yang tuna aksara," kata Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal (PAUDNI) Kemendikbud, Lydia Freyani Hawadi, dalam jumpa pers di kantor Kemendikbud, Jakarta, Kamis (13/9).

Lydia menambahkan pihaknya mencatat masih ada beberapa titik daerah merah dengan jumlah tuna aksara yang cukup tinggi. Daerah tersebut yaitu lima provinsi di Indonesia bagian timur adalah Papua, Papua Barat, Maluku, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Selain di lima provinsi tersebut, juga terdapat tiga kabupaten dengan jumlah tuna aksara yang tinggi.

Mengenai pemberantasan tuna aksara di Papua, saat ini Pemerintah Provinsi Papua, imbuhnya, sedang menyusun peraturan daerah khusus (Perdasus) tentang pendidikan. Kemendikbud ikut mengawal pembuatan perdasus tersebut untuk melihat komitmennya di bidang pendidikan.

Kemudian akan dibentuk tim khusus di bawah Kemendikbud untuk mengawasi penggunaan dana agar dapat terserap habis. Pasalnya selama ini dana yang diberikan kepada Papua tidak pernah habis.

Direktur Pembinaan Pendidikan Masyarakat Kemendikbud, Ella Yulaelawati menyatakan,  gerakan juga tengah dibangun di daerah dalam peningkatan keaksaraan.

Selain masalah infrastruktur dan sumber daya manusia, bahasa daerah kerap juga menjadi masalah. Ia mencontohkan di Papua ada banyak sekali bahasa ibu. Apalagi, tambahnya, bahasa ibu di Papua sangat sulit untuk dipelajari, sehingga itu menjadi salah satu kendala memberantas tuna aksara. "Ini masalah ego bahasa saja sebenarnya. Jawa Timur kenapa juga tinggi tuna aksaranya karena ego bahasa di Madura dan daerah tapal kuda," jelasnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement