REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memfokuskan penanganan buta aksara di enam daerah. Keenam daerah tersebut yakni Papua, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Barat (Sulbar), Sulawesi Selatan (Sulsel), dan Kalimantan Barat (Kalbar).
Fokus ini dilatarbelakangi jumlah penduduk buta aksara di keenam daerah tersebut merupakan yang tertinggi di Indonesia. Selain itu, jumlah penduduk buta aksara yang tinggal sedikit, yakni di bawah 2 persen, membutuhkan fokus yang lebih detail.
"Fokus intervensinya adalah di enam provinsi tadi, yang kita fokuskan untuk berikan bantuan untuk pendidikan keaksaraan dasar," kata Direktur Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus Kemendikbud, Samto, dalam telekonferensi, Jumat (4/9).
Selama lima tahun terakhir, penurunan penduduk buta aksara memang lambat. Samto menjelaskan, hal ini disebabkan karena saat penduduk buta aksara yang tersisa memang yang paling sulit dijangkau.
Samto menjelaskan, pihaknya juga bekerja sama dengan pemerintah daerah. Ia menuturkan, bentuk intervensi masing-masing pemerintah sekitar 50 persen pemerintah pusat dan 50 persen pemerintah daerah.
"Sekarang kita hanya fokus, karena sudah tinggal sedikit kita upayakan enam provinsi itu jadi memang kita usahanya ke situ," kata dia lagi.
Pada tahun 2018, persentase penduduk buta aksara di Indonesia sebesar 1,93 persen. Sementara pada tahun 2019, persentase menurun sedikit menjadi sebesar 1,78 persen. Papua merupakan daerah dengan penduduk buta aksara tertinggi, yakni antara 20-25 persen, sementara di posisi kedua adalah NTB dengan persentase antara 5-10 persen.