REPUBLIKA.CO.ID, JATINANGOR -- Pertengahan Februari 2015 lalu, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia mengeluarkan keputusan penting terkait pengajuan uji materi (judicial review) UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air yang diajukan PP Muhammadiyah. Keputusannya, MK membatalkan keseluruhan UU SDA tersebut dan kembali memberlakukan UU Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan yang dibentuk ketika belum ada otonomi daerah di Indonesia.
Keputusan MK membatalkan UU SDA tersebut banyak disambut baik. Namun di sisi lain, pemberlakuan kembali UU Pengairan juga akan memunculkan sejumlah persoalan. Ini karena beberapa pasal yang ada di dalamnya dipandang sudah tidak relevan lagi dengan kondisi saat ini. Satu yang cukup krusial adalah UU Pengairan dibentuk sebelum ada otonomi daerah, sehingga tidak mengatur peran pemerintah daerah dalam pengelolaan air.
Latas, bagaimana pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus bersikap pasca-mulai berlakunya kembali UU Pengairan? Apa yang harus dilakukan pemerintah menyiasati sejumlah peraturan yang tidak relevan di UU Pengairan, dan apa yang harus dilakukan pemerintah daerah terkait pengelolaan air oleh swasta di wilayahnya? Bagaimana pula dampaknya terhadap kondisi lingkungan masa kini dan akan datang?
“Untuk membahas hal tersebut, Universitas Padjadjaran (Unpad) menggelar kegiatan Unpad Merespons bertema ‘Bagaimana Setelah MK Membatalkan UU Sumber Daya Air’,” kata Kepala UPT Humas Unpad Dr H Soni Akhmad Nulhaqim MSi.
Kegiatan ini dilakukan pada Senin, (30/3) bertempat di Executive Lounge Lantai 2, Gedung Rektorat Unpad, Jl Dipati Ukur No. 35 Bandung. Sedangkan narasumber yang akan membahas persoalan itu antara lain Dr H Amiruddin Ahmad Dajaan Imani SH MHum(pakar hukum lingkungan Unpad), dan Prof Dr Ida Nurlinda SH MH (Guru Besar Fakultas Hukum Unpad).