Rabu 29 Nov 2023 03:42 WIB

Syarat Usia Capres dan Cawapres Diuji Lagi ke MK Seusai Anwar Usman Dicopot

Pada Selasa, MK menggelar sidang pendahuluan uji formil Pasal 169 huruf q UU Pemilu.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Andri Saubani
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman sebelum memberikan keterangan terkait hasil putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) di Gedung MK, Jakarta, Rabu (8/11/2023). Dalam kesempatan tersebut Anwar Usman merasa difitnah dalam penanganan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia capres-cawapres di Mahkamah Konstitusi (MK). Dia menyebut fitnah itu keji dan sama sekali tidak berdasarkan atas hukum dan fakta.
Foto: Republika/Prayogi
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman sebelum memberikan keterangan terkait hasil putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) di Gedung MK, Jakarta, Rabu (8/11/2023). Dalam kesempatan tersebut Anwar Usman merasa difitnah dalam penanganan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia capres-cawapres di Mahkamah Konstitusi (MK). Dia menyebut fitnah itu keji dan sama sekali tidak berdasarkan atas hukum dan fakta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan uji formiil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) pada Selasa (28/11/2023). Pemohon menguji ketentuan persyaratan usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang sebelumnya dimaknai MK dalam Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023.

Pemohon perkara Nomor 145/PUU-XXI/2023 ini ialah Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Denny Indrayana dan Zainal Arifin Mochtar. Menurut keduanya, syarat usia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilu termasuk pemilihan kepala daerah (pilkada) bertentangan dengan Pasal 1 Ayat 1 dan Ayat 3, Pasal 24 Ayat 1, serta Pasal 28D Ayat 1 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Baca Juga

Pemohon juga menilai norma Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang telah dimaknai dalam Putusan 90/PUU-XXI/2023 tidak memenuhi syarat formil karena bertentangan dengan UUD 1945 sekaligus Pasal 17 ayat (5) dan ayat (6) UU Kekuasaan Kehakiman. Menurut Pemohon, Pasal 17 ayat (5) dan ayat (6) UU Kekuasaan Kehakiman menyatakan pada pokoknya setiap hakim termasuk hakim konstitusi harus mengundurkan diri dari mengadili sebuah perkara yang melibatkan kepentingan keluarganya, apabila tidak, maka putusan yang dihasilkan menjadi tidak sah atau tidak memenuhi syarat formil.

"Bahwa Pasal 169 huruf q sebagaimana yang dimaknai dalam putusan 90 turut serta dihadiri oleh Yang Mulia Anwar Usman yang saat itu posisinya adalah paman dari Gibran Rakabuming Raka yang merupakan anak dari Presiden Joko Widodo. Hubungan tersebut terjalin akibat yang bersangkutan menikah dengan adik presiden yaitu Ibu Idayati. Dan terbukti putusan 90/PUU-XXI/2023 juga dijadikan dasar oleh Gibran Rakabuming Raka, keponakan dari Yang Mulia Anwar Usman, mendaftarkan diri sebagai calon wakil presiden RI dalam Pemilu 2024. Seharusnya Yang Mulia Anwar Usman mengundurkan diri dalam perkara tersebut," kata kuasa hukum pemohon, Muhamad Raziv Barokah dalam persidangan itu.

Raziv menjelaskan saat Anwar Usman terlibat dalam putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, maka putusan tersebut tidak memenuhi syarat formil dan menjadi tidak sah. Menurutnya, apabila Anwar Usman taat etik dan hukum dengan mengundurkan diri dari perkara itu, maka putusannya akan berbeda karena komposisi hakim akan imbang.

Bahkan di kemudian hari, Anwar Usman diputus melanggar kode etik dan dicopot dari jabatannya sebagai ketua MK oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).

Dalam petitumnya, pemohon meminta MK menyatakan menunda berlakunya ketentuan Pasal 169 huruf q UU Pemilu sebagaimana dimaknai dalam Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023. Pemohon juga meminta MK menyatakan menangguhkan tindakan atau kebijakan yang berkaitan dengan ketentuan pasal tersebut.

photo
Putusan MK Berubah Setelah Adik Ipar Jokowi Ikut Rapat - (infografis Republika)

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement