REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) mendata, keberadaan guru besar di perguruan tinggi seluruh Indonesia masih terbatas, setidaknya berjumlah 5.070 orang dari berbagai disiplin ilmu.
Kepala Biro Humas dan Marketing Yayasan Administrasi Indonesia (YAI) Desy S Anas, mengatakan, dengan keterbatasan guru besar tersebut kampus YAI mendukung peningkatan kualitas pendidikan sehingga berdampak positif kepada masyarakat.
"Dari informasi di Kemenristek Dikti yang saya peroleh saat ini saja guru besar di Kopertis wilayah III saja berjumlah 379 orang dari berbagai disiplin ilmu," kata Desy, dalam keterangannya, kemarin.
Sedangkan untuk guru besar bidang Teknik arsitek di Kopertis wilayah III hanya terdapat tujuh orang yang tersebar di lima universitas swasta.
"Di Universitas UKI Jakarta dua orang, Universitas Trisakti dua orang, Universitas Persada Indonesia (UPI-YAI) satu orang, di Universitas Tama Jagakarsa satu orang, dan Universitas Tanri Abeng satu orang. Jadi kalau guru besar teknik arsitek adalah guru besar yang masih terbatas," ujarnya.
Sebab itu, kata dia, untuk meningkatkan kompetensi Universitas dalam Bidang Akademik, kampus YAI mendorong hadirnya para guru besar dari kalangan civitas akademika dari ketiga LPT-YAI, yaitu UPI-YAI, STIE YAI dan AA-YAI. Salah satu yang baru dikukuhkan adalah Prof Sri Astuti Indriati, Ph.D menjadi guru besar Fakultas Teknik Arsitek UPI-YAI.
"Acara pengukuhan itu sendiri sudah terlaksana pada Jumat 12 Februari lalu. Di situ Prof. Sri Astuti memaparkan isi ilmiahnya berjudul 'Arsitek Humanis: Pendekatan Arsitektur Perilaku sebagai Konsep Dasar Perancangan Arsitektur Masa Depan'," kata Desy.
Dari paparan Sri Astuti, sambung Desy, pemilihan judul itu setelah melihat dan mendalami bidang arsitektur yang senantiasa berkembang sangat maju seiring berjalannya waktu.
Sementara itu, Wakil Rektor IV bidang Kerja Sama UPI YAI, Hary Agus Ph.D, menjelaskan, pengukuhan guru besar salah satunya dimaksudkan untuk meningkatkan kompetensi perguruan tinggi dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Selain itu, keberadaan guru besar yang semakin banyak dapat memperkaya aset nasional.