Ahad 10 Jun 2018 13:54 WIB

Menristekdikti tidak Mau Atur Kurikulum Perguruan Tinggi

Indonesia perlu meningkatkan kualitas ketrampilan tenaga kerja dengan teknologi.

Rep: Irwan Kelana/ Red: Agung Sasongko
Menristekdikti, Prof. Muhammad Nasir ketika menjadi Keynote Speaker dalam Lokakarya Akademik-1: Re-Orientasi Kurikulum IPB Menghadapi Era Industri 4.0, Senin (4/5) di Kampus IPB Dramaga.
Foto: Dok Humas IPB
Menristekdikti, Prof. Muhammad Nasir ketika menjadi Keynote Speaker dalam Lokakarya Akademik-1: Re-Orientasi Kurikulum IPB Menghadapi Era Industri 4.0, Senin (4/5) di Kampus IPB Dramaga.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi  Republik Indonesia (Menristekdikti RI)  tidak mau mengatur kurikulum perguruan tinggi. "Kami biarkan perguruan tinggi menetapkan kurikulum agar keunikannya terlihat," ucap Menristekdikti, Prof. Muhammad Nasir ketika menjadi Keynote Speaker dalam Lokakarya Akademik-1: Re-Orientasi Kurikulum IPB Menghadapi Era Industri 4.0, Senin (4/5) di Kampus IPB Dramaga.

Lebih lanjut Prof. Nasir menyampaikan terkait kebijakan baru tentang pendidikan  tinggi kurikulum  dan kompetensi era industri 4.0 di Indonesia. "Semakin pentingnya kecakapan sosial (social skill) Indonesia perlu meningkatkan kualitas ketrampilan tenaga kerja dengan teknologi digital," Prof. Nasir.

Menurutnya, agar relevan dengan 4.0 penting untuk melihat kembali sistem yang ada sekarang, kurikulum menjadi sistem adaptif dan fleksibel. Saat ini sebagian besar perusahaan menggunakan teknologi untuk menjual produk mereka secara online.

photo
Menristek Dikti, Prof. Muhammad Nasir ketika menjadi Keynote Speaker dalam Lokakarya Akademik-1: Re-Orientasi Kurikulum IPB Menghadapi Era Industri 4.0, Senin (4/5) di Kampus IPB Dramaga.

Muncul teknologi baru yang mengakibatkan perubahan luar biasa di semua disiplin ilmu, ekonomi dan industri. Yang harus dilakukan sekarang adalah pentingnya kecakapan skill semakin dibutuhkan, sehingga kita harus bergerak cepat,"  papar Prof. Nasir.

Menurut Prof. Nasir, saat ini pengangguran perguruan tinggi sebesar  8,8 persen dari total penggangguran  Indonesia yakni 7 juta orang. Kondisi saat ini kita dihadapkan dengan banyak  industri yang butuh tenaga kerja, tapi perguruan tinggi tidak bisa men-supply kebutuhan tersebut, karena kurikulum pendidikan yang tidak sesuai dengan kebutuhan kerja, sehingga harus ada nomenklatur.

Selain itu, relevansi pendidikan dan pekerjaan, perlu disesuaikan dengan perkembangan era serta ilmu dan teknologi dengan tetap memberikan perhatian kepada aspek humanis. Pasar kerja membutuhkan kombinasi berbagai ketrampilan yang berbeda dengan yang selama ini diberikan sistem pendidikan tinggi.

Prof. Nasir menyampaikan  75 persen pekerjaan melibatkan sains , teknologi, teknik, matematika, ketrampilan, data sains, coding dan pembelajaran sepanjang hayat. "Pembelajaran sepanjang hayat, agar bisa beradaptasi dengan perkembangan saintek dan lingkungan kerja."

photo
Menristek Dikti bersama Deputi Staf Kepresidenan, Dr Yanwar Nugroho,  Rektor Universitas Terbuka, Dr. Ojat Darojat, Ketua Senat Akademik IPB, Prof. Dr. Tridoyo Kusumastanto, CEO General Electric Indonesia yang juga alumni IPB, Handry Satriago.

Senada dengan yang disampaikan Menristekdikti, Rektor IPB, Dr. Arif Satria menyampaikan IPB akan melakukan penataan program studi, melihat kembali  relevansi yang ada dan menggagas   program studi (prodi)  baru sesuai tren saat ini.

 "Untuk merespon kebutuhan masyarakat , IPB telah membuka prodi lintas departemen dan prodi baru yang progresif, responsif seiring perkembangan zaman  seperti yang sudah ada diantaranya:  Logistik Peternakan dan Vokasi Pemetaan Desa."

Rektor IPB menambahkan targetnya tahun ini sepuluh mata kuliah IPB menggunakan online. Hadir narasumber lain diantaranya : Deputi Staf Kepresidenan, Dr Yanwar Nugroho,  Rektor Universitas Terbuka, Dr. Ojat Darojat, Ketua Senat Akademik IPB, Prof. Dr. Tridoyo Kusumastanto, CEO General Electric Indonesia yang juga alumni IPB, Handry Satriago.

Dalam Lokakarya ini  juga dilakukan Penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU)  antara Rektor IPB, Dr.Arif Satria dan Rektor Universitas Terbuka, Dr. Ojat Darojat.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement