Kamis 15 Sep 2016 15:29 WIB

Konjen AS Ulas Sistem Pemilu Amerika di Kampus UMM

Rep: Christiyaningsih/ Red: Dwi Murdaningsih
  Seorang murid sekolah SDN 01 Menteng mengikuti acara menonton bersama proses Pemilu Amerika Serikat di SDN 01 Menteng , Jakarta Pusat, Rabu (7/11). (Yasin Habibi)
Seorang murid sekolah SDN 01 Menteng mengikuti acara menonton bersama proses Pemilu Amerika Serikat di SDN 01 Menteng , Jakarta Pusat, Rabu (7/11). (Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Malang (IP UMM) menggelar kuliah tamu bertajuk “The Dynamic of Presidential Election in America”, Kamis (15/9). Kuliah tamu menghadirkan Konsul Jenderal Amerika Serikat (Konjen AS) Surabaya, Heather Variava. Sehari sebelumnya, Rabu (14/9), dia menghadiri pameran pendidikan Amerika di UMM serta networking dinner bersama pimpinan UMM dan sejumlah delegasi Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM).

Heather Variava menjabarkan persamaan dan perbedaan sistem pemilihan presiden di Indonesia dan Amerika. Persamaan pemilu di Indonesia dan Amerika adalah sama-sama pemilihan langsung. Para kandidat berasal dari daerah pemilihan (dapil). Di Amerika, Komisi Pemilihan Umum (KPU) hanya sebatas general rule, atau sekadar bentuk kepatuhan terhadap prosedur yang berlaku. Sedangkan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) berperan penting terhadap pelaksanaan pemilu.

Sebaliknya, kata Heather, di Indonesia KPUD adalah hanya sekadar representasi saja. KPUD bertindak sebagai kepanjangan tangan dari KPU, sedangkan KPU memegang peranan penting pada pelaksanaan pemilu presiden.

Kepala Program Studi IP UMM, Hevi Kurnia Hardini menambahkan, suara terbanyak pada hasil pemilu presiden di Amerika tak menjadi patokan siapa presiden yang terpilih.

“Di Indonesia, siapapun kandidat presiden yang mendapatkan suara terbanyak pada pemilu, ia akan menjadi presiden. Sedangkan di Amerika, hasil pemilu dari tiap state yang menjadi patokannya,” kata dia.

Hevi menguraikan, capres A mendapatkan suara  terbanyak daripada calon B. Akan tetapi, suara terbanyak ini hanya berasal dari beberapa daerah, sedangkan capres B mendapatkan suara dari lebih banyak daerah, maka capres B lah yang menjadi presiden.

“Sehingga, jumlah daerah pemilih yang menjadi tolak ukur kemenangan presiden, bukan jumlah suara,” ujar Hevi mengintikan.

Tak hanya tentang pemilu presidensial, Heather Variava juga membahas tentang sistem pemilu untuk anggota House of Representative dan senat. Di Amerika, pemilihan House of Representative atau setara DPR di Indonesia, dipilih tiap 2 tahun sekali dan presiden dipilih tiap 4 tahun sekali.

Sedangkan di Indonesia, baik DPR, DPD, maupun Presiden, dipilih tiap 5 tahun sekali. Kuliah tamu ini dihadiri oleh 50 mahasiswa IP semester 5 yang sedang menempuh Mata Kuliah Sistem Pemilu dan Kepartaian serta perwakilan kelas dan anggota Himpunan Mahasiswa Jurusan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement