REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kalangan perguruan tinggi diharapkan dapat menghasilkan aplikasi sistem keamanan nuklir untuk mengatasi ancaman pemanfaatan tenaga nuklir berbasis teknologi informasi. Itu diungkapkan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Jazi Eko Istiyanto di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Senin (6/11).
"Ancaman pemanfaatan tenaga nuklir berbasis teknologi informasi yang kian marak saat ini menjadi perhatian tersendiri bagi Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten)," kata dia.
Di sela seminar "Implementasi Sistem Keamanan Nuklir Berbasis Cyber Security", Jazi mengatakan potensi ancaman pemanfaatan tenaga nuklir saat ini tidak hanya sebatas tindakan pencurian atau sabotase secara fisik, tetapi juga indikasi pencurian dan sabotase melalui jaringan komputer.
"IAEA sering membahas isu krusial itu pada sidang tahunannya dan mengimbau segenap negara anggota agar jangan pernah menganggap remeh masalah itu terutama bagi negara-negara yang memiliki pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN)," katanya.
Menurut dia, kalangan perguruan tinggi perlu mengetahui hal itu agar tercipta pemahaman mengenai pentingnya aspek keselamatan dan keamanan nuklir di bidang teknologi informasi terutama terkait keamanan sistem informasi dan keamanan jaringan sistem informasi.
"Kalangan perguruan tinggi pada gilirannya nanti dapat menghasilkan aplikasi sistem keamanan nuklir sekaligus memberikan peluang untuk ikut serta dalam penyelesaian masalah keamanan nuklir saat ini," katanya.
Ia mengatakan seiring kemajuan zaman, keberadaan teknologi informasi pengawasan tidak dapat dilepaskan dari fungsi Bapeten. Potensi ancaman melalui jaringan komputer bahkan pernah menghantui Indonesia belum lama ini.
"Melihat perkembangan pemanfaatan tenaga nuklir yang semakin pesat saat ini, Bapeten tidak lagi hanya menitikberatkan pada tiga pilar pengawasan yaitu peraturan, perizinan, dan inspeksi, tetapi juga teknologi informasi," kata Jazi.