REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Universitas Negeri Semarang (Unnes) mendorong pengembangan batik dengan pewarna alami. Mereka mendampingi kelompok pengrajin batik baru yang mulai bertumbuh di Kampung Malon, Gunungpati, Semarang, Jawa Tengah.
"Di Kampung Malon, ada beberapa kelompok pengrajin batik," kata Kepala Pusat Kependudukan dan Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (LP2M) Unnes, Dr Nana Kariada di Semarang, Jumat (29/12).
Di samping dua kelompok Batik Zie dan Batik Salma yang sudah dikenal luas oleh masyarakat, ada empat kelompok yang mulai tumbuh, yakni Batik Citra, Batik Kristal, Batik Delima, dan Batik Manggis. Pendampingan dan pembinaan terhadap empat kelompok pengrajin batik di Kampung Malon itu dilakukan Unnes bersama PT Indonesia Power. Pendampingan juga didukung Pemerintah Kota Semarang yang menjadikannya sebagai desa binaan.
"Selama ini, masyarakat kan sudah mengenal Kampung Batik di daerah Bubakan. Namun, di situ lebih ke penjualan,'' katanya. ''Kalau di Kampung Malon, kami inginnya, ya, bikinnya di situ, jualnya juga di situ.''
Artinya, kata Nana, produk batik, khususnya dengan pewarna alami bisa menjadi produk khas Kampung Malon yang diandalkan untuk menggaet wisatawan. Apalagi, selama ini sudah mulai banyak wisatawan yang berkunjung.
Berbagai bagian tanaman, diakuinya, bisa dijadikan sebagai bahan pewarna alami batik, seperti "mangrove" atau tanaman bakau, tanaman jenis indigofera, kemudian buah jelawe (Terminalia jewelica). "Diberikan pula bantuan berbagai alat untuk membatik, seperti meja batik, ender, kompor, dan cap batik. Ini juga bagian dari program CSR (corporate social responsibility) PT Indonesia Power," katanya.
PT Indonesia Power, kata dia, mendanai kegiatan. Sementara pelaksanaan pelatihan dan pendampingan kelompok dilakukan oleh LP2M Unnes sehingga pengrajin batik Kampung Malon bisa mandiri dan semakin berkembang.