Senin 20 Aug 2018 15:13 WIB

Rektor Institut Tazkia Masuk Daftar Cendikiawan Kelas Dunia

Sepak terjangnya di Inggris membuat Murniati masuk database Cendikiawan Kelas Dunia

Dr. Murniati Mukhlisin, M.Acc (Ketua, Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) Tazkia/ Founder, Sakinah Finance)
Foto: Dokumentasi Pribadi
Dr. Murniati Mukhlisin, M.Acc (Ketua, Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) Tazkia/ Founder, Sakinah Finance)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rektor Institut Tazkia, Dr. Murniati Mukhlisin, M.Acc masuk dalam daftar Cendikiawan Kelas Dunia. Masuknya nama Murniati dalam daftar tersebut karena ia pernah berkiprah di dunia pendidikan di Inggris.

Murniati tercatat pernah menjadi dosen dan peneliti di University of Essex, Colchester, UK tahun 2015-2017. Saat itu dia mengembangkan modul akuntansi dan keuangan syariah yang banyak diminati mahasiswa dari berbagai negara. Dia juga menjadi pembimbing dan penguji mahasiswa baik S2 maupun S3 dalam bidang akuntansi dan keuangan syariah di Inggris dan Australia.

Murniati memutuskan untuk pulang ke Tanah Air pada 2017 untuk kembali mengembangkan Kampus Tazkia yang memang sudah diasuhnya sejak awak pendirian kampus tersebut. Ia bersama pakar keuangan dan bisnis syariah lainnya yaitu Muhammad Syafii Antonio, Ade Ruhyana, Agus Haryadi, Mukhamad Yasid dan Mirna Rafki membesarkan kampus yang awalnya hanya berisi 25 mahasiswa tersebut. "Saat ini Kampus Tazkia telah meluluskan 2.259 orang dan memiliki 2003 mahasiswa aktif di bidang ekonomi, bisnis, hukum dan pendidikan syariah," tulis keterangan yang didapatkan Republika, Senin (19/8). Hari ini juga dibuka secara resmi Simposium Cendekiawan Kelas Dunia (SCKD) oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden di Jl. Veteran, Jakarta.

Dalam kesempatan itu, Murniati menyampaikan dia banyak belajar dari kampus University of Glasgow di mana dia menyelesaikan S3 di bidang Akuntansi Syariah bagaimana tentang proses pembelajaran yang sangat sistematis. Sementara di University of Essex, Murniati sempat menjadi dosen dan peneliti tentang pengembangan kurikulum, kedisiplinan dalam mengajar, menjalankan riset dan menjalin kerjasama dengan berbagai pihak di level internasional.

Pengalaman itulah yang kemudian dia bagi di Kampus Tazkia dan di berbagai kesempatan di kampus lain. Murniati mengaku saat memutuskan untuk kembali ke Indonesia, banyak guru besar yang kenal dengannya menyayangkan hal tersebut. Pasalnya kesempatan karierr, remunerasi dan tunjangan yang tidak seberapa dibandingkan dia dapatkan di Inggris.

“Saya mengalahkan banyak pelamar dari berbagai negara waktu itu dan gaji saya sekitar 70 juta per bulan belum termasuk tunjangan dan fasilitas riset dan konferensi. Namun, berkiprah di Indonesia khususnya di Kampus Tazkia memberikan kepuasan intelektual dan pesan da’wah yang luar biasa. Tidak semua harus diukur dengan uang," kata rektor yang dulu menjadi muallaf saat berusia 19 tahun.

Murniati mengikuti program 5.000 Doktor yang dikelola Pendidikan Tinggi Agama Islam, Kementerian Agama Republik Indonesia dan berhasil lulus S3 kurang dari tiga tahun. Dia berharap makin banyak dosen-dosen muda disekolahkan ke luar negeri dan menimba pengalaman riset di sana yang kemudian dibawa ke Tanah Air untuk membantu memperbaiki sistem pendidikan di sini.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement