REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UGM, M Atiatul Muqtadir, angkat bicara mengenai penolakan Ustaz Abdul Somad (UAS) di kampusnya. Menurut mahasiswa yang akrab dipanggil Fathur tersebut, penolakan yang dilakukan Rektorat UGM seperti itu bukan kali pertama terjadi.
"Penolakan pembicara di kampus bukan pertama kali terjadi. Bukan hanya di maskam (Masjid Kampus UGM-red), di beberapa seminar maupun latihan kepemimpinan di UGM, 'seleksi' pembicara marak terjadi," kata Fathur dalam cuitannya di Twitter kemarin.
Menurut Fathur, tindakan yang dilakukan Rektorat UGM yang meminta pembatalan acara UAS kurang bijak, bahkan cenderung merendahkan civitas akademika UGM.
"Jikapun UAS dipandang sebagai sosok yang kontroversial, pelarangan bukanlah cara yang ditempuh oleh insan akademik. Melarang UAS dengan ketakutan 'pemikirannya tidak sesuai jati diri' adalah bentuk merendahkan akal civitas UGM yang tentu tidak akan menerima mentah-mentah tiap pemikiran," kata Fathur.
Menurut Fathur, kebebasan akademik pada dasarnya mencakup bagaimana kampus menjadi ruang dialektika dan diskusi sebagai salah satu unsur esensial dari sebuah pendidikan. "Pembubaran diskusi baik karena tema ataupun pembicara adalah tindakan yang mengkhianati kampus sebagai ruang dialektika," katanya.
Hal yang sama juga diungkapkan eks Presiden BEM UGM, Ali Zaenal Abidin. Menurut Ali, yang kini berdomisili di Sydney, Australia, penolakan terhadap pembicara sudah sering dilakukan.
"Dari dulu memang seperti itu. Kalau tidak cocok (Rektorat-red) minta agar dibatalkan. Jadi ini memang bukan kasus pertama," kata Ali kepada Republika, Jumat (11/10).
Ali menceritakan pada tahun 2016 silam, saat dirinya menjabat sebagai Presiden BEM UGM, sebuah acara yang diadakan Lembaga Dakwah Kampus (LDK) UGM, Jamaah Shalahuddin yang menghadirkan Ustaz Felix Siauw juga diminta dibatalkan meskipun akhirnya tetap berjalan.
Selain itu, tahun lalu acara seminar kebangsaan yang menghadirkan Sudirman Said dan Ferry Mursyidan Baldan juga diminta dibatalkan oleh pihak Rektorat UGM karena dinilai bermuatan politis menjelang Pemilu 2019.
Ali juga menyayangkan keputusan UGM menolak UAS. "Padahal semestinya kampus menjadi tempat bergumulnya perbedaan pendapat, diskusi, tesis, dan antitesis," ujar Ali.
Sebelumnya, UGM meminta acara kuliah umum di Masjid Kampus UGM, Sabtu (12/10) dibatalkan. Rektorat UGM mengonfirmasi rencana pembatalan acara yang rencananya akan menghadirkan UAS tersebut, Rabu (8/10).
"Berkaitan dengan acara yang rencananya akan diselenggarakan tanggal 12 Oktober 2019, maka pimpinan universitas meminta agar rencana tersebut dibatalkan," ujar Kepala Humas dan Protokol UGM, Iva Ariani.