REPUBLIKA.CO.ID, MADIUN -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menekankan pelajaran agama dan budi pekerti untuk pembentukan sikap yang baik pada penerapan integrasi kompetensi Kurikulum 2013.
"Kelemahan dan kekurangan bangsa kita saat ini yang menonjol berada di sikap," kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh seusai meresmikan Politeknik Negeri Madiun (PNM) di Kota Madiun, Jawa Timur, Sabtu (11/5).
Penekanan pendidikan atau pelajaran agama dan budi pekerti dalam Kurikulum 2013 tersebut, dikatakannya, bertujuan agar generasi muda ke masa depan memiliki tata krama dan kelakuan yang baik.
"Orang pintar saat ini sudah banyak. Tapi, orang pintar yang jujur, baik, dan punya tata krama itu yang kita defisit," ujar Nuh.
Mantan menkominfo ini menjelaskan dibandingkan dengan kurikulum sebelumnya, pada Kurikulum 2013 pemerintah ingin menonjolkan sisi integrasi dari kompetensi sikap, pengetahuan, dan ketrampilan. Sehingga, diharapkan mampu mencetak generasi yang pintar dan berbudi pekerti.
"Kita ingin punya penerus bangsa yang pintar tapi sikapnya juga bagus, sopan dan santunnya juga bagus. Jika sekolah sudah siap maka akan dijalankan," harap Nuh.
Kurikulum 2013, lanjutnya, nantinya akan dilakukan secara bertahap dan terbatas. Bertahap artinya tidak semua kelas, sedangkan terbatas artinya tidak semua sekolah menerapkannya.
Bertahap, untuk tingkat SD akan diberikan pada kelas I dan IV, tingkat SMP pada kelas 7, dan tingkat SMA/SMK pada kelas 10. Lalu terbatas, menurut Nuh, ada beberapa sekolah yang dipilih pemerintah untuk menerapkan kurikulum baru tersebut.
"Baru setelah itu tahun depannya akan digenjot untuk dilakukan lebih besar lagi," tegas mantan Rektor Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya ini.
Data Kemendikbud mencatat, tahap awal Kurikulum 2013 akan diterapkan pada 2.598 SD, 1.521 SMP, 1.270 SMA, dan 1.021 SMK. Total keseluruhan siswa yang ditargetkan mencapai 1.535.065 siswa.
Adapun sekolah yang menjadi sasaran pelaksanaan penerapan kurikulum baru tersebut adalah sekolah eks-Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dan sekolah dengan akreditasi A.
Kemudian, basisnya juga tidak lagi kabupaten/kota melainkan provinsi, sehingga bisa jadi dalam satu provinsi ada kabupaten/kota yang tidak menerapakan kurikulum tersebut.