REPUBLIKA.CO.ID,TANJUNGPINANG--Anggota Komisi X DPR RI Herlini Amran, berpendapat sebaiknya pelaksanaan kurikulum baru dimulai Juli 2014, sebab Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan jelas belum siap sepenuhnya dalam pengadaan buku, pelatihan guru, dan penganggaran pada tahun ini.
"Kami menilai ada kecenderungan memaksakan pelaksanaannya. Padahal, terdapat bukti ketidaksiapan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengimplementasikan kurikulum baru," tambahnya, yang dihubungi dari Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau, Selasa.
Herlini yang berasal dari daerah pemilihan Kepri mengungkapkan, ketidaksiapan kementerian terkait dalam melaksanakan kurikulum baru dapat dilihat dari pengadaan buku. Sampai sekarang untuk kegiatan itu belum disiapkan secara matang mulai dari aspek penganggaran, penentuan sekolah sasaran, serta pelatihan gurunya.
"Karena itu, kami menilai kelahiran kurikulum baru akan 'prematur' bila tetap dilakasanakan tahun sekarang," ungkapnya.
Anggota legislatif yang diusung PKS ini juga mensinyalir pemaksaan implementasi kurikulum baru akan semakin memperlebar jurang perbedaan antara sekolah bekas sekolah berstandar internasional dengan sekolah-sekolah biasa lainnya di Tanah Air.
"Sekarang semakin terang benderang, Kemdikbud hanya mampu mengimplementasi kurikulum baru di bekas sekolah-sekolah berstandar internasional. Ambisi Mendikbud ini nyatanya melanggengkan eksklusivisme sekolah-sekolah tersebut setidaknya selama satu tahun kedepan. Sementara kualitas sekolah-sekolah di pesisir, perbatasan, atau pedalaman semakin terpinggirkan," kata Herlini dengan nada kesal.
Pascakisruh UN 2013 dan terungkapnya fakta tambal sulam pengembangan kurikulum, Herlini meminta pihak Kemdikbud mau legowo mengimplementasikan kurikulum baru mulai Juli 2014.
Satu tahun kedepan, Kemdibud sebaiknya mengoptimalkan penggunaan anggaran kurang lebih Rp 829 miliar untuk peningkatan kapasitas para guru, seperti untuk pelatihan dan atau beasiswa bagi para guru.