REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kelas ungulan dinilai tidak tepat diterapkan di sekolah. Pengamat Pendidikan dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Nuryati Djihadah menilai situasi itu kurang baik untuk perkembangan sosial dan moral anak generasi bangsa.
Menurut dia, kondisi kelas itu seharusnya beragam atau heterogen. Sebab, hal ini bisa memberikan pengaruh yang lebih baik bagi anak. “Kelas unggulan lebih tampak homogen,” ujar Nuryati saat dihubungi Republika, Rabu (8/7).
Menurut Nuryati, kelas yang heterogen bisa meningkatkan rasa saling memahami, menghormati dan toleransi. Selain itu, dia menerangkan, pergaulan atau kemampuan sosial mereka akan berkembang dengan baik. Hal ini terjadi, kata dia, karena teman sepergaulan mereka berasal dari latar belakang dan berada dalam kondisi yang berbeda-beda atau beragam.
Mengenai kelas unggulan, Nuryati berpendapat, ini akan berakibat kurang baik bagi para peserta didik. Menurutnya, siswa kelas unggulan akan merasa paling hebat dan terbaik dibandingkan kelas lain. Sedangkan, dia menambahkan, peserta didik kelas regular akan merasa tersingkirkan oleh siswa kelas unggulan.
“Siswa kelas regular akan merasa minder jika berhadapan dengan peserta didik kelas unggulan,” ungkap Nuryati.
Pada hakikatnya, Nuryati menjelaskan, sekolah itu bukan hanya sekedar menjadi tempat belajar mata pelajarn yang telah ditentukan. Akan tetapi, kata dia, menjadi tempat pembentukan karakter anak bangsa. Selain itu, tegasnya, sebagai tempat untuk mempersiapkan generasi bangsa sebelum terjun ke masyarakat.
Dengan adanya kondisi demikian, Nuryati mengatakan, para siswa dengan berbagai latar belakang hendaknya disatukan. Menurutnya, pemisahan kelas semisal kelas unggulan kurang baik dari segi pergaulan mereka nanti.