REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengaku telah menerima laporan adanya buku yang mengajarkan radikalisme.
Direktur Jenderal Pendidikan Dasar Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat (Dirjen PAUD-Dikmas) Kemendikbud Harris Iskandar mengatakan telah menelusuri dan menerima informasi kasus ini sejak November lalu. Menurut Harris, Kemendikbud sebenarnya tidak punya kewenangan untuk menarik buku yang tengah beredar. Apalagi buku tersebut bukan dikeluarkan oleh Kemendikbud atau buku non-teks.
“Kewenangan penarikan ada pada aparat hukum dan kejaksaan,” ujar Harris kepada wartawan di Gedung A, Kemendikbud, Jakarta, Rabu (20/1).
Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemendikbud, Totok Suprayitno menjelaskan hingga saat ini banyak sekali buku yang beredar di masyarakat. Totok menilai tanggung jawab peredaran buku yang negatif itu sebenarnya tidak hanya dipegang oleh Kemendikbud. Akan tetapi, tambah dia, para penerbitnya termasuk penulis buku itu sendiri.
Hingga saat ini, Totok mengaku sedang menyusun rancangan ke Kejaksaan Agung agar bisa menarik buku berisi radikalisme. Tindakan ini dilakukan karena Kemendikbud pada dasarnya memiliki tanggung jawab untuk memastikan buku tersebut tidak beredar. “Yang menarik buku tetap wewenang aparat,” ujar Totok.