REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kerusakan bangunan akibat guncangan gempa perlu segera dikenali. Langkah ini diperlukan agar upaya perbaikan bisa dilakukan dengan tepat.
Ahli gempa asal Jepang, Profesor Suzuki, mengatakan, alat sensor yang ditempatkan dalam suatu bangunan dapat mengetahui tingkat kerusakannya. "Kerusakannya apakah berat, ringan, atau sama sekali tidak mengalami kerusakan," kata guru besar Tokyo University Jepang ini dalam paparan ilmiahnya.
Suzuki mengatakan, alat sensor dapat mengetahui perilaku bangunan yang terkena gempa, baik itu akibat besaran getaran maupun frekuensi getaran yang berulang-ulang.
Kemudian, dilanjutkan dengan membuat model bangunan dengan spesifikasi sesuai aslinya. Lalu, dilakukan uji gempa seperti yang terjadi, baik kekuatan maupun frekuensinya, yang dari hal itu akan ketahuan berapa besar kerusakannya.
Jepang merupakan salah satu negara yang sangat peduli terhadap gempa yang terjadi di Padang dan Aceh. Sumbangan berupa alat uji serta masukan mengenai bangunan tahan gempa telah menginsipirasi pemangku kebijakan.
Belum lama ini, dua ahli gempa asal Jepang, yakni Profesor Suzuki dan Profesor Yusuke Ono, hadir dalam seminar internasional yang diselenggarakan Universitas Negeri Padang untuk memberikan pendapatnya mengenai gempa di Padang dan Aceh.
Ahli dalam bidang struktur Profesor Herman Wahyudi mengatakan, keberhasilan bangunan antigempa terletak pada fondasi bangunan, terutama untuk bangunan bertingkat tiga sampai lima harus menggunakan fondasi yang dilengkapi dengan sejumlah rusuk.
Penggunaan rusuk ini diadopsi konstruksi sarang laba-laba yang menggunakan rusuk-rusuk berbentuk segitiga. "Meskipun termasuk fondasi dangkal, sangat rigid sehingga kuat menahan gempa," kata Herman.
Dalam bidang teknik sipil, rusuk berbentuk segitiga dikenal stabil meskipun menerima tekanan, baik itu gempa maupun beban berat. Hal itulah, kata Herman, yang membuat sejumlah bangunan di Aceh dan Padang yang menggunakan fondasi sarang laba-laba tetap kokoh berdiri sampai sekarang, meskipun kedua daerah itu beberapa kali diguncang gempa besar.
Guru Besar ITS ini mengatakan, hasil penelitian dengan menumbukkan beban 80 ton di atas konstruksi laba-laba ternyata tidak menimbulkan kerusakan sama sekali. Ini menunjukkan kombinasi rusuk dengan tanah dan pasir tersebut mampu meredam tekanan besar di atasnya.
Herman merekomendasikan agar konstruksi sarang laba-laba ke depan dibuat pabrikasinya. Dengan begitu, konstruksi yang hak patennya dipegang Katama ini bisa diterapkan dengan cepat karena tinggal dipasang di lokasi.