REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Kebijakan lima hari sekolah berpotensi membunuh eksistensi 'sekolah' agama, seperti madrasah diniyah, Taman Pendidikan Quran (TPQ) hingga pengajian-pengajian sore yang masih lestari di desa dan di kampung-kampung. Pengasuh Pondok Pesatren Asrama Pendidikan Islam (API) Tegalrejo, Magelang KH Yusuf Chudlori (Gus Yusuf) mengatakan, kebijakan sekolah hingga delapan jam ini disebutnya telah meresahkan masyarakat dan para kiai di desa-desa.
Alasannya --di luar pendidikan formal di sekolah--anak-anak di desa selama ini juga jamak mengikuti sekolah keagamaan di rumah atau di lingkungannya. "Sekolah agama itu seperti mengaji, belajar di TPQ, madrasah diniyah dan lainnya," katanya, Ahad (18/6).
Bahkan aktivitas seperti ini sudah berlangsung bertahun- tahun sejak dulu. "Dengan padatnya aktivitas belajar di sekolah, para kiai khawatir kebijakan ini pelan-pelan akan membunuh eksistensi sekolah agama yang sudah ada sejak ratusan tahun ini," tegas Gus Yusuf.
Anak-anak di desa-desa dan di kampung-kampung, katanya, bisa kehilangan akal kulturnya karena tidak banyak memiliki waktu lagi untuk bisa berinteraksi dengan kegiatan-kegiatan kultural di masyarakat,. Oleh karena itu, kata Gus Yusuf, persoalan dan alasan inipun juga disampaikannya kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam sebuah kesempatan di Ungaran, Kabupaten Semarang.
Dia meminta, agar orang nomor satu di negeri ini meninjau kembali kebijakan lima hari sekolah tersebut. Bahkan, atas nama para kiai yang ada di Jawa Tengah, Ia juga meminta agar kebijakan Kementerian Pendidikan RI ini tidak diterapkan. Walaupun dalam praktiknya delapan jam belajar di sekolah ini juga dikolaborasi dengan belajar di luar sekolah.
Gus Yusuf juga menyampaikan, keinginan para kiai ini pun didengar oleh Presiden Jokowi. "Bahkan Presiden juga menjanjikan bakal memanggil Menteri Pendidikan guna membahas persoalan ini," tegasnya.
Bupati Semarang dr H Mundjirin ES SpOG juga mengakui, Kabupaten Semarang telah melaksanakan lima hari sekolah menyusul adanya kebijakan dari Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Namun, dalam pelaksanaannya bupati menilai tidak efektif.
Bahkan jamak orang tua atau wali murid yang mengeluhkan kebijakan lima hari sekolah ini justru membuat pengemuaran untuk biaya pendidikan bertambah. Belum lagi interaksi antara sisawa dengan kedua orang tua atau keluarganya.
Namun, untuk kebijakan lima hari sekolah dari Pemerintah Pusat ini akan kami lihat terlebih dahulu, bagaimana pelaksanaannya. "Kabupaten Semarang akan melihat dulu bagaimana keputusan Pemerintah Pusat," tegas Mundjirin.