REPUBLIKA.CO.ID, KARAWANG -- Pemkab Karawang, ingin mengubah kurikulum jenjang sekolah menengah kejuruan (SMK). Pasalnya, kurikulum saat ini belum sesuai dengan kebutuhan industri. Sehingga, lulusan SMK di wilayah ini tetap bisa bersaing dengan lulusan sekolah lainnya. Bahkan, keterserapan lulusan SMK di Karawang masih cukup rendah.
Bupati Karawang Cellica Nurachadiana, mengatakan, perlu ada terobosan baru soal kurikulum SMK ini. Supaya, siswa lulusan SMK ketika mereka lulus bisa langsung terserap oleh industri. Ada pun rendahnya keterserapan lulusan SMK oleh industri, karena mayoritas skill mereka masih di bawah standar kualifikasi. "Kita akan dobrak kurikulum yang ada. Supaya, disesuaikan dengan kebutuhan industri," ujar Cellica, saat menghadiri seremoni program monozukuri untuk SMK bersama Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), Rabu (31/1).
Salah satu upaya yang diusulkan Pemkab Karawang, yaitu pada tahun pertama pelajar SMK belaja teori di sekolah. Lalu, tahun kedua lebih banyak praktik. Tahun ketiga, mereka belajar di industri (perusahaan).
Saat ini, lanjut Cellica, di Karawang sudah ada perusahaan yang menginisiasi supaya keterserapan lulusan SMK tinggi. Yaitu, PT TMMIN. Ke depan, dari ratusan SMK yang ada, beberapa sekolah akan dijadikan pilot project atas kerja sama dalam rangka menciptakan kurikulum berbasis industri.
Cellica mengaku, pihaknya akan memilih satu atau dua SMK yang dijadikan pilot project. Selain Otomotif, pihaknya juga fokus pada kurikulum Tata Boga. Untuk Tata Boga, sudah ada sekolah yang diproyeksikan yaitu SMK 3 Karawang. "Kalau yang otomotif, kita akan seleksi. Karena jumlah SMK-nya cukup banyak," ujar Cellica.
Direktur Pembinaan SMK Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, M Bakrun, mengatakan, jumlah SMK yang tersebar di Indonesia ini mencapai 13.701 sekolah. Dari jumlah itu, 2.900 di antaranya berada di Jabar, termasuk Karawang. "Keberhasilan lulusan SMK supaya terserap di sektor industri, salah satunya karena dukungan pemerintah," ujarnya.
Untuk SMK di Karawang, ujar Bakrun, pemerintah pusat telah menggelontorkan anggaran sebesar Rp 22 miliar. Anggaran itu, untuk bantuan SMK dalam peningkatan kualitas.
Dengan adanya inisiasi dari TMMIN ini, pihaknya sangat mengapresiasi. Sebab, sinergitas antara pemerintah dengan swasta sangat dipentingkan. Supaya terjadi link and match. Supaya, kendala antara dunia industri dan sekolah tidak ada lagi.
Salah satu wilayah yang punya terobosan soal kurikulum yaitu Cirebon. Di wilayah ini pelajar SMK, tiga hari belajar di industri (perusahaan) dua hari di sekolah. Karawang bisa menerapkan hal yang berbeda ini. Supaya, keterserapan lulusan SMK bisa didongkrak. "Kami setuju jika kurikulum di daerah itu berbeda-beda. Apalagi, Karawang punya fasilitas serta swastanya juga sangat terbuka," ujarnya.
Sementara itu, Wakil Presiden Direktur TMMIN, Edward Otto Kanter, mengatakan, swasta saat ini turut berkontribusi dalam perubahan generasi muda menuju masyarakat industri. Sebab, industri juga dituntut oleh masyarakat untuk terus dinasmis. Mengingat, produk yang diciptakan perusahaan itu harus benar-benar diterima oleh konsumen (masyarakat). "Jadi, produk yang kita hasilkan itu harus sesuai keinginan pasar. Ada karya seninya, kualitas serta kuantitas," jelasnya.