REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Menteri Sekretaris Negara, Pratikno, baru mengisi kuliah umum tentang kehadiran Revolusi Industri 4.0 ke mahasiswa-mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM). Bagi Pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) yang jadi moderator dalam kesempatan itu, Muhammad Nur Rizal, pemahaman Revolusi Industri 4.0 itu memang sudah harus dimiliki perguruan tinggi.
"Kekhawatiran saya, perguruan-perguruan tinggi kita (Indonesia) belum mempersiapkan itu," kata Rizal kepada Republika, Jumat (23/2).
Utamanya, mempersiapkan diri atas perubahan-perubahan pola pengajaran yang kemungkinan memang akan terjadi dalam dunia pendidikan. Terlebih, dunia pendidikan Indonesia masih terkekang sistem yang belum menampung perubahan yang ada.
Bahkan, Rizal memperkirakan konsep kelas tatap muka yang sudah bertahan di dalam dunia pendidikan Indonesia selama ini mengalami kepunahan. Saat itu, ia berpendapat hanya perguruan-perguruan tinggi yang fleksibel dan adaptif yang bertahan.
"Walaupun universitas-universitas itu kecil, tapi mengadaptasi sistem online-online itu, mata kuliahnya sudah berbasis project," ujar Rizal.
Artinya, tidak lagi mengandalkan berapa ratus satuan kredit semester (SKS) yang harus didapat, berapa puluh kuliah yang harus diikuti. Menurut Rizal, sistem yang sampai saat ini masih diadopsi di Indonesia itu mengekang pendidik-pendidik sendiri.
Rizal memperkirakan, bisa jadi di masa depan sistem pendidikan yang akan diadopsi justru yang berbasis personalita. Sehingga, anak-anak yang menuntut ilmu itu fokus mempelajari minat-minat mereka sendiri.
"Kalau sekarang, misal kita mahasiswa Teknik Elektro, pasti ada mata-mata kuliah yang wajib diikuti, padahal personalize kita masing-masing berbeda," kata Rizal.
Mengutip materi studi McKinsey yang disampaikan Mensesneg, Pratikno, ia mengingatkan jika di masa yang akan datang akan ada 52,6 juta jenis pekerjaan yang hilang. Sedangkan, hanya ada 3,7 juta pekerjaan yang muncul pada Revolusi Industri 4.0 pada masa mendatang.