REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Kondisi penggunaan bahasa Indonesia di badan publik, media massa dan media luar ruang dirasa masih kurang memadai. Karenanya, Balai Bahasa DIY dan Pemkab Sleman menggelar penyuluhan penggunaan bahasa Indonesia.
Kemajuan teknologi memang telah membantu badan-badan publik mempublikasikan program mereka. Sayangnya, penggunaan bahasa Indonesia di badan-badan publik dirasa masih kurang memadai.
Kondisi lebih parah terjadi di media massa dan media luar ruang. Kepala Balai Bahasa DIY, Pardi Suratno mengatakan, penggunaan bahasa di badan publik, media massa dan media luar ruang merupakan wajah penggunaan bahasa.
"Kalau bahasa negara kita tidak berwibawa di tiga ranah itu, artinya identitas keindonesiaan kita masih disanksikan," kata Pardi saat mengisi Penyuluhan Penggunaan Bahasa Indonesia di Setda Sleman, Senin (19/11).
Ia menerangkan, penyuluhan bahasa Indonesia bagi badan publik difokuskan kepada penggunaan bahasa laporan dinas. Penyuluhan bahasa Indonesia bagi media massa fokus kepada penggunaan bahasa laman instansi pemerintah.
Sedangkan, penyuluhan bahasa Indonesia bagi media luar ruang difokuskan kepada penggunaan bahasa papan petunjuk obyek wisata. Senada, Sekda Kabupaten Sleman, Sumadi menuturkan, ini jadi usaha meluruskan dan membudayakan bahasa Indonesia.
Sekaligus, lanjut Sumadi, mengingatkan lagi bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa dan bahasa resmi dalam berbagai bidang. Termasuk bidang pemerintahan, dunia kerja dan dunia pendidikan.
Pemkab Sleman harus memahami posisinya sebagai pihak yang menjadi rujukan dan teladan masyarakat. Sehingga, aparatur negara memiliki tugas dan kewajiban untuk menjadi penutur bahasa Indonesia.
Pemkab Sleman sendiri telah menerbitkan dua regulasi. Ada Peraturan Bupati Nomor 5 Tahun 2012 tentang Tata Naskah Dinas di Lingkungan Pemkab Sleman, dan Peraturan Bupati Nomor 12.1 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Reklami.
"Perbup tersebut merupakan salah satu upaya yang dilakukan dalam membudayakan penggunaan bahasa Indonesia," ujar Sumadi.
Kedua produk hukum itu diharapkan mampu meredam penyalahgunaan bahasa Indonesia khususnya di bidang pemerintahan dan media luar ruang. Terlebih, belakangan ini perkembangan media luar ruang sudah mulai mengganggu.
Kondisi itu memiliki sejumlah pengertian seperti menganggu langsung kenyamanan masyarakat maupun mengganggu karena menjadi sampah visual. Karenanya, kegiatan penyuluhan penggunaan bahasa Indonesia harus diapresiasi.
Penyuluhan diharapkan mampu memberikan arahan bagi para produsen media massa dan media luar ruang. Sehingga, menghasilkan keluaran yang mendidik dan mengokohkan bahasa Indonesia sebagia bahasa nasional.