Jumat 05 Jul 2019 17:40 WIB

KPAI: Dua Masalah PPDB adalah Sosialisasi dan Koordinasi

Pemerintah mulai sadar bahwa sekolah negeri ini tidak merata

Seorang pria melakukan aksi unjuk rasa menolak sistem zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Solo, Jawa Tengah, Selasa (2/7/2019).
Foto: Antara/Mohammad Ayudha
Seorang pria melakukan aksi unjuk rasa menolak sistem zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Solo, Jawa Tengah, Selasa (2/7/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai ada dua hal yang menjadi masalah utama yang terjadi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Menurut Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, masalah tersebut adalah terkait koordinasi dan sosialisasi.

Retno mengatakan, terkait masalah sosialisasi ia beranggapan pemerintah daerah dan pemerintah pusat terkait pemetaan wilayah. Saat ini, daerah menjadi sadar bahwa lokasi sekolah negeri masih belum merata sehingga muncul kebingungan ketika membagi zona.

"Sekarang mereka sadar bahwa sekolah negeri ini tidak merata, lalu mau dibagi dengan cara apa? Sementara ada sekolah numpuk di satu daerah sementara satu daerah enggak ada sekolah negeri sama sekali," kata Retno di Kantor KPAI, Jumat (5/7).

Ia mengatakan, seharusnya wilayah yang tidak memiliki sekolah ini dipetakan. "Padahal Kemendikbud sudah membuka pintu, siapa yang membutuhkan kami terkait upaya pemetaan dan pembagian zona kami akan bantu. Tapi nampaknya koordinasi ini tidak jalan," kata Retno.

Retno juga menyinggung soal ada kepala daerah yang tidak setuju dengan sistem zonasi. Ia menuturkan, sebenarnya tidak banyak kepala daerah yang melakukan hal tersebut. Menurut dia, kepala daerah yang rifak setuju itu pemetaan di daerahnya memang bermasalah.

Ia menuturkan, untum wilayah yang pemetaannya tidak bermasalah, sebenarnya nyaris tidak ada pendapat yang menolak zonasi. Retno mencontohkan di Sumatera, PPDB sistem zonasi berjalan dengan lancar karena wilayah tersebut melakukan pemetaan yang tepat dan sosialisasi yang cukup sehingga tidak membuat masyarakat bingung.

Menurut dia, daerah perlu membuat posko pengaduan agar masyarakat bisa langsung bertanya. "Jakarta saja yang sudah lima tahun zonasi, posko pengaduannya penuh. Apalagi yang baru tiga tahun. Rata-rata kan daerah ini tiga tahun menjalankan zonasi," kata dia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement