REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim akan mengganti Ujian Nasional (UN) menjadi asesmen kompetensi minimum dan survei karakter pada 2021 mendatang. Rencana penghapusan UN ini lantas disambut baik oleh seorang siswi SMA kelas X di Kota Tangerang, Bella Romadhona.
"UN kan empat pelajaran, sedangkan kita belajar tiap hari banyak banget pelajarannya. Kenapa harus ada UN buat lulus, kenapa enggak cukup ujian akhir semester saja," ujar Bella kepada Republika.co.id (11/12).
Ia menuturkan harus mendapatkan nilai di atas standar nilai minimal yang sudah ditetapkan untuk semua pelajaran. Akan tetapi, ketika ujian nasional, hanya ada empat pelajaran yang diujikan.
Kemudian, lanjut dia, di setiap pertengahan semester dan akhir semester, siswa juga harus mengikuti ujian. Ia merasa dituntut untuk mendapatkan nilai tinggi di setiap pelajaran. Sehingga, Bella mengaku tidak fokus belajar karena ketentuan itu. Padahal, setiap kompetensi yang dimiliki siswa berbeda. Ia justru mempertanyakan sistem yang membuat potensi siswa diasah di sekolah hingga menghasilkan prestasi.
Bella menaruh minat lebih mempelajari Bahasa Inggris di sekolah dan ekstrakulikuler di bidang paduan suara. Menurutnya, jika guru dan sekolah dapat mengembangkan bakat siswa di luar akademis, maka siswa tersebut bisa juga menoreh prestasi.
Ia menceritakan, ketika duduk di kelas IX SMP, nilai hasil UN pun tak berpengaruh besar untuk masuk jenjang pendidikan SMA. Hal itu juga berlaku ketika akan masuk melanjutkan ke pendidikan tinggi.
"Kita sekolah tiga tahun terus enam kali ulangan, terus UN. Buat masuk ke universitas selanjutnya itu pakai nilai dari kelas satu sampai tiga, terus UN buat apa?" tutur Bella.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Nadiem Makarim akan mengubah sistem penilaian pendidikan nasional menjadi lebih sederhana. Ia mengatakan, pada 2021, sistem penilaian yang selama ini menggunakan UN akan diganti menjadi asesmen kompetensi minimum dan survei karakter.
Asesmen kompetensi minimum akan menilai aspek literasi dan numerasi. Nadiem menjelaskan, literasi yang dimaksud bukanlah sekadar kemampuan membaca. Literasi adalah kemampuan menganalisis suatu bacaan. Jenis penilaian selanjutnya adalah numerasi. Numerasi, kata Nadiem, adalah kemampuan menggunakan angka-angka.
"Ini adalah dua hal yang akan menyederhanakan asesmen kompetensi yang dilakukan mulai 2021. Jadi, bukan berdasarkan mata pelajaran lagi, bukan berdasarkan konten. Ini berdasarkan kompetensi dasar yang dibutuhkan murid-murid untuk bisa belajar apapun mata pelajarannya," kata Nadiem, saat membuka Rapat Koordinasi bersama Dinas Pendidikan di Indonesia, di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu (11/12).
Selanjutnya, juga akan dilakukan survei karakter. Nadiem menjelaskan, survei karakter akan menjadi tolok ukur untuk melakukan perubahan untuk menciptakan siswa-siswi yang lebih bahagia dan lebih kuat azas Pancasilanya.