REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Belum lama ini, Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) mengadakan Pengukuhan Prof. Dr. Syaiful Bakhri, SH, MH (Rektor UMJ) sebagai Guru Besar dalam bidang Ilmu Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Prof. Dr. Din Syamsuddin, MA yang hadir dalam acara tersebut mewakili Badan Pembina Harian (BPH) UMJ menyampaikan komentarnya berkaitan dengan pidato pengukuhan guru besar Syaiful Bakhri yang berjudul: "Pencapaian Pemidanaan yang Adil: Suatu Problematika Kemandirian Hakim Pidana".
Para penegak hukum dituntut agar dapat melaksanakan paradigma substantif. Sementara ini paradigma hukum termasuk peradilan masih sangat realistik, hedonistik, dan formalistik. Belum menjadi paradigma yang legalistik, pluralistik dan substantif.
Oleh karena itu, kriteria seorang hakim selalu harus memiliki kemampuan dan kemandirian. Artinya seorang hakim tidak hanya memiliki kebebasan bertindak (discretion), namun juga harus memiliki kemandirian (liberty), dan tanggung jawab (responsibility).
Apa yang sudah diputuskan oleh hakim di pengadilan haruslah ia pertanggung jawabkan nantinya di hadapan Tuhan yang Maha Adil, Allah Ahkamul Hakimin (Hakim yang Maha Adil).
Pendekatan prosedural formal yang biasa dilakukan di dalam persidangan harus mampu menjadi beyond reasonable doubt dan pada akhirnya akan menghasilkan reasonable justice, dan bukan reasonable injustice.
Sivitas akademika UMJ harus bertekad untuk menampilkan paradigma keilmuan berkemajuan. Untuk itu harus berani melakukan terobosan, keluar dari kotak, dan tidak hanya berkutat di dalam kelas.
Kita jangan hanya menjadi konsumen belaka, namun harus mampu menjadi produsen ilmu pengetahuan dan teknologi, karena saat ini banyak para ilmuwan yang hanya terjebak pada konsumtifisme keilmuan.
Kalangan kampus harus mampu menjadi produsen keilmuan seperti yang pernah dilakukan oleh ilmuwan-ilmuwan muslim di abad-abad pertengahan yang mana mereka banyak yang menjadi penemu-penemu ilmu pengetahuan dan teknologi.