REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR – Ketika gejolak ekonomi semakin tidak jelas ujungnya, seharusnya umat Islam dan pemerintah membidik peluang pemanfaatan aset wakaf umat. Hal itu karena sejatinya wakaf ditujukan untuk kemaslahatan umum dengan syarat modal awal/pokoknya tidak boleh berkurang.
Hal itu disampaikan oleh Dr Habib Namlaity, anggota Badan Wakaf Sunniyah, Bahrain, dalam kuliah umum di Universitas Ibnu Khaldun (UIKA) Bogor, Jawa Barat, Senin (17/9). “Dilihat dari sisi tujuan wakaf dalam kacamata fikih sama dengan hibah, dilihat dari sisi orang yang berwakaf dia sama dengan wasiat, tetapi bisa juga sama dengan hukum memerdekakan budak dan bahkan pinjaman,” kata Dr Habib Namlaity, mengemukakan alasannya.
Lebih lanjut pakar wakaf asal Bahrain ini mengemukakan, pengelolaan wakaf harus mengacu kepada kaidah fikih dan ushul yang mengedepankan asas maslahat dan manfaat serta kepentingan umum. Sehingga, dengan demikian, pola pengelolaan wakaf selalu progresif mengikuti kebutuhan umat.
“Pendekatan ini sangat penting dipahami oleh nazhir terutama nazhir wakaf Indonesia. Sebab, potensi wakaf di Indonesia sangat besar dibandingkan negara lain,” ujarnya dalam rilis yang diterima Republika.co.id Selasa (18/9).
Studium general itu juga dihadiri oleh Dr Hendri Tanjung, ketua Pasca Sarjana Ibnu Khaldun yang juga salah satu anggota Badan Wakaf Indonesia. Ia menyampaikan apresiasi kepada Mulyadi Muslim, ketua Badan Wakaf Ar-Risalah, Padang, Sumatera Barat.
Mulyadi Muslim adalah orang yang telah meniginisiasi studium general di Ibnu Khaldun bersama Dr Habib Namlaity. Sehingga, civitas akademika Ibnu Khaldun mendapatkan pencerahan tentang konsep wakaf dan pengelolaannya. “Ke depan, Badan Wakaf Indonesia dan pemerhati wakaf akan memaksimalkan pengelolaan aset wakaf umat Islam Indonesia,” tuturnya.
Studium general diakhiri dengan tanya jawab. Tidak kurang dari 20 pertanyaan dan pengalaman diajukan oleh peserta. Baik dari kalangan dosen, mahasiswa, bahkan caleg DPR RI asal Jawa Barat.