REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (Sekjen PAN) Eddy Soeparno mengomentari wacana Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang mempertimbangkan pemberian tanda kepada mantan narapidana korupsi yang menjadi caleg Pemilu 2019. Eddy mengaku keberatan terkait rencana tersebut.
"Menurut saya janganlah kalau kita konsekuen mengizinkan mantan napi itu untuk menjadi caleg, silakan saja tidak perlu ada diskriminatif," kata Eddy di Kebayoran Baru, Jakarta, Rabu (19/9).
Menurutnya perlakuan dekriminatif terhadap caleg eks koruptor tidak perlu dilakukan lantaran sudah ada kepastian hukum dari Mahkamah Agung (MA). Terlebih lagi menurutnya masyarakat sudah cerdas dalam memilih calon wakilnya di parlemen. "Nanti akan ada gugatan lagi, karena ini menyangkut hak asasi. Hak asasi dilanggar karena ada diskrimasi, nanti panjang lagi kita," ujarnya.
Sebelumnya, Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi, mengatakan akan mempertimbangkan pemberian tanda kepada mantan narapidana korupsi yang menjadi caleg Pemilu 2019. KPU menegaskan tidak merasa kecewa dengan putusan MA yang memperbolehkan eks koruptor menjadi caleg.
"Nanti dipertimbangkan akan ditandai dalam surat suara (mantan narapidana korupsi yang menjadi caleg, Red). Hal tersebut sebagaimana usulan Pak Jusuf Kalla yang dulu pernah disampaikan," ujar Pramono kepada wartawan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (14/9) malam.
Pertimbangan ini merupakan salah satu terobosan KPU terkait mantan narapidana korupsi yang mendaftar sebagai caleg. Pasalnya, MA pada Kamis (13/9) sudah memutuskan mengabulkan gugatan uji materi tentang aturan yang melarang mantan narapidana korupsi menjadi caleg.