Senin 24 Sep 2018 14:20 WIB

Pemerintah Tetap Jalankan Proyek Pembangkit 10,56 GW

Pemerintah memutuskan melanjutkan sebagian proyek pembangkit yang direschedule

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Nidia Zuraya
Pembangkit listrik
Foto: Edwin/Republika
Pembangkit listrik

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah merevisi kebijakan moratorium atau penundaan proyek pembangkit listrik nasional. Semula proyek pembangkit listrik yang akan terkena moratorium mencapai 15,2 gigawatt (GW).

Kini, proyek pembangunan pembangkit listrik yang akan ditunda hanya sebesar 4,6 GW. Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Andy N Sommeng mengatakan pemerintah tetap menjalankan proyek pembangunan listrik sebesar 10,56 GW.

Andi menjelaskan pemerintah memutuskan untuk melanjutkan sebagian proyek yang direschedule ini karena mempertimbangkan reserve margin yang semestinya dimiliki oleh negara. "Ini dibangun untuk menjaga realibility, artinya apa, dengan adanya reserve margin 30 persen harus dijaga," ujarnya di Kementerian ESDM, Senin (24/9).

Namun, kata Andy, sebanyak 4,6 GW yang ditunda pembangunannya bukan berarti batal dibangun. Menurutnya, 4,6 GW ini hanya bergeser saja jadwal pengoperasiannya.

"Dapat bisa saja berubah lagi menjadi tidak ditunda, bilamana izin menteri sudah keluar," ujar Andy.

Sementara dari 10,56 GW yang tetap dilanjutkan termasuk pembangkit yang berbasis energi baru terbarukan (EBT). Ia mengatakan proyek proyek listrik EBT tidak mungkin tidak dibangun, dengan alasan meningkatkan bauran energi.

Menurutnya, pembangkit EBT sebesar 3,51 GW akan tetap dibangun. "EBT ini tidak boleh juga dikorbankan. Jadi tetap kami lanjutkan," ujar Andy.

Selain EBT dan pertimbangan cadangan pasokan listrik, Andy mengatakan pemerintah juga mempertimbangkan pembangunan pembangkit listrik yang berbasis gas. Andy mengatakan, proyek pembangkit dengan basis gas tetap perlu dijalankan sebab, hal ini terkait perjanjian jual beli gas.

"Kalau di gas kan ada kontrak take or pay kan ya. Nah kalau udah PJBG ya gak bisa ditunda lah. Kalau ditunda, kita tetap harus bayar, makanya ini perlu dilanjutkan. Contohnya, PLTGU Jawa 1," ujar Andy.

Andy juga menjelaskan, sebenernya persoalan penundaan proyek bukan persoalan yang baru. Andy mengatakan, pergeseran COD memang sudah tertuang dalam RUPTL 2018-2027. Andi mengatakan pada RPUTL 2017-2026 memang mengamanatkan pembangunan proyek sebesar 72 GW. Namun pada 2018-2027 ada pengurangan menjadi 56 GW.

Hal ini kata Andy karena adanya penurunan konsumsi listrik. Pemerintah awalnya memprediksi pertumbuhan konsumsi listrik sebesar 7 persen. Ternyata, konsusmi listrik saat ini saja kata Andy hanya 5,2 persen.

"Dari itulah, kami mengadjust berapa kebutuhan pertumbuhan lisrtik. Tadinya kan pertumbuhan kebutuhan energi kan 1,5 kalinya, tapi ternyata elastisitasnya menurun," ujar Andy.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement