REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) akan mengusulkan arsip tentang Presiden pertama Indonesia, Soekarno sebagai Memory of the World atau Ingatan Kolektif Dunia ke Unesco pada 2019. "Terutama terkait pidato Presiden Soekarno di PBB," kata Kepala ANRI Mustari Irawan usai penyerahan 100 arsip status kepahlawanan dari Kementerian Sosial di Jakarta, Selasa (25/9).
Lebih lanjut Mustari mengatakan, selain arsip terkait Presiden Soekarno, ANRI juga akan mengusulkan arsip Gerakan Non-Blok (GNB) sebagai Memory of the World. Sebelumnya, Mustari mengatakan, badan PBB yang menangani pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan tersebut telah mengakui arsip tentang Konferensi Asia Afrika (KAA) 1955 sebagai Ingatan Kolektif Dunia pada 2015 serta arsip tentang bencana tsunami 2004 pada 2017.
"KAA sangat penting bagi kita tapi juga sangat penting secara internasional, maka kami usulkan, dan diakui pada 2015," katanya.
Hal itu karena KAA yang merupakan acara bertaraf internasional diselenggarakan oleh Indonesia yang baru 10 tahun merdeka. KAA menjadi even internasional yang bisa memotivasi dan memberikan dorongan kepada negara-negara di Asia Afrika untuk memerdekakan diri.
Begitu juga dengan arsip tentang tsunami 2004 yang terjadi dengan Samudera Hindia dan memporakporandakan sebagian besar wilayah pesisir barat Provinsi Aceh. "Tsunami itu sebuah peristiwa bencana yang sangat besar sekali pengaruhnya dan memakan korban yang sangat banyak. Kami simpan sebagai catatan sejarah. Ini menjadi suatu catatan sendiri, alhamdulillah itu tahun lalu diakui," tambah dia. Sebelumnya juga sudah ada arsip tentang VOC namun diusulkan oleh Belanda.