Senin 01 Oct 2018 23:15 WIB

Tak Ada Alasan Tunda RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan

Ada kesan perhatian pemerintah pada pengembangan dunia pendidikan keagamaan kurang.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Andi Nur Aminah
Andi Mariattang
Foto: Istimewa
Andi Mariattang

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Percepatan pembahasan RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan kini terus mendapatkan dukungan dari DPR. Salah satunya dukungan dari Andi Mariattang selaku anggota Komisi VII DPR/RI.

Dia menjelaskan tidak ada alasan untuk menunda kehadiran RUU tersebut. Terlebih Badan Legislasi sudah menetapkan sebagai salah satu RUU insiasiatif DPR yang masuk menjadi prioritas utama dan diharapkan sudah selesai di masa sidang tahun 2018.

Ia menyebut tidak bisa dipungkiri selama ini ada kesan perhatian pemerintah terhadap pengembangan dunia pendidikan terutama berbasis pesantren masih kurang. "Padahal fakta sejarah kehadiran pesantren dan lembaga pendidikan keagamaan sejak dahulu hingga sekarang memiliki peran yang sangat penting dalam mengangkat derajat kualitas pendidikan di Indonesia," ujarnya dalam keterangan tertulis yang didapat Republika.co.id, Senin (1/10)

Desain alokasi anggaran 20 persen untuk pendidikan melalui APBN dan APBD, ujar Mary, demikian ia kerap disapa, seharusnya dialokasikan secara merata kepada semua komponen subsistem pendidikan. Baik pada jenjang dan jenis pendidikan yang berbeda, dalam keseluruhan sistem pendidikan nasional, yang di dalamnya ada Lembaga Pendidikan Keagamaan dan Pesantren.

Namun kenyataan di lapangan, postur alokasi dalam APBN dan APBD di daerah selama ini memperlihatkan ketidakadilan dalam melakukan desain distribusi. Terjadi disparitas anggaran yang cukup tinggi.

Bahkan Mary menyebut dalam beberapa kasus, pesantren seolah dibiarkan tumbuh sendiri dan dipaksa mandiri tanpa intervensi bantuan sama sekali. Pemerintah seolah lupa betapa besarnya kontribusi pesantren dalam mencerdaskan bangsa.

Fakta lain di lapangan ditemukan beberapa daerah secara nyata juga minim perhatian terhadap lembaga pendidikan keagamaan. Ini karena memandang tidak menjadi bagian kewenangan langsung.

Pemerintah menganggap semua lembaga pendidikan yang bergerak dalam bidang keagamaan masih menjadi tanggung jawab penuh pemerintah pusat melalui Kementerian Keagamaan. "Pengajuan permohonan pembangunan Pesantren dan Pendidikan Keagamaan terkendala oleh terbatasnya anggaran di Kementerian Agama dan tidak didukung oleh Pemerintah Daerah karena dianggap sebagai urusan yang bersifat vertikal," ujarnya.

Sayangnya, disparitas kebijakan anggaran tersebut berpengaruh terhadap banyak hal. Salah satunya adalah sarana prasarana yang sangat minim dan pelaksanaan KBM yang serba terbatas.

Akibatnya cita dan harapan kualitas mutu pendidikan juga menjadi terhambat. Umumnya madrasah yang didirikan masyarakat dalam kondisi terbatas dalam berbagai hal. "Madrasah itu ada sampai ke pelosok desa dan banyak menyasar orang-orang miskin.Madrasah ini hanya dibentuk dan bernaung dalam Yayasan yang serba terbatas. Sudah sepantasnya mendapat perhatian lebih oleh negara," lanjut Andi.

Menurutnya, RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan tidak hanya mengatur jaminan alokasi anggaran yang setara dalam APBN dan APBD. Lebih jauh juga jaminan kesetaraan dan kualitas pendidikan terutama dalam kurikulum dan kualitas proses KBM-nya.

RUU pesantren ini mengamanatkan negara agar lebih menguatkan pendidikan pesantren, baik dari segi pendanaan, pengakuan maupun sinkronisasi kurikulum dengan lembaga pendidikan yang dikelola negara melalui Kementerian Agama maupun Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement