REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tidak membutuhkan waktu lama, pihak kepolisian berhasil mengusut skandal hoaks penganiayaan aktivis Ratna Serumpaet. Gerak cepat polisi ditandai dengan penetapan tersangka dan penangkapan terhadap Ratna pada Kamis (4/10) malam.
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Fahri Hamzah merasa yakin bahwa gerak cepat polisi dalam menangani kasus Ratna Serumpaet kasus adalah didorong oleh kepentingan hukum. Fahri tidak menilai ada kepentingan lain.
"Dan, apa bila kepentingan hukum yang diutamakan, maka standar dan kecepatan yang ada tentu akan berlaku sama pada semua kasus, ya," ucap Fahri dalam pesan suara yang diterima wartawan, Jumat (5/10).
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu berharap bahwa ini adalah proses hukum yang wajar terhadap Ratna. "Sehingga kita tidak sedang berpolitik atau menyeret penegak hukum ke dalam politik. Itulah yang sekarang disaksikan oleh seluruh mata bangsa Indonesia, apa yang betul-betul yang sedang terjadi itu," ujarnya.
Oleh karena itu, Fahri juga yakin kalau yang sedang dilakukan ini adalah memperbaiki pembangunan hukum nasional. Yaitu, hukum yang demokratis sebagaimana amanah dari UUD konstitusi negara.
Sebelumnya, Ratna mengakui jika dia tidak mengalami penganiayaan seperti kabar yang beredar. Ratna mengaku, lebam di wajahnya bukan karena dikeroyok, tapi murni akibat menjalani operasi plastik.
Kebohongan diciptakannya untuk memberi alasan kepada anaknya yang menanyakan perihal wajahnya yang lebam. Ratna berharap apa yang disampaikannya bisa menyanggah kabar yang mengatakan jika dia menjadi korban penganiayaan.
Betul saya ada di dokter hari itu, dan saat saya dijadwalkan pulang, lebam-lebam di wajah saya masih ada. Saya pulang membutuhkan alasan kepada anak saya dan saya jawab dikeroyok," ucap Ratna saat jumpa pers dengan media, Rabu (3/10).