Jumat 05 Oct 2018 16:08 WIB

Polisi Jerat Ratna dengan Pasal UU ITE, Pengacara Keberatan

Ratna Sarumpaet menceritakan cerita bohong penganiayaan hanya pada pihak keluarga.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Andri Saubani
Aktivis Ratna Sarumpaet (tengah) tiba di Mapolda Metro Jaya untuk menjalani pemeriksaan di Jakarta, Kamis (4/10). Pelaku penyebaran berita bohong atau hoax itu ditangkap oleh pihak kepolisian di Bandara Soekarno Hatta saat akan pergi keluar negeri.
Foto: Antara
Aktivis Ratna Sarumpaet (tengah) tiba di Mapolda Metro Jaya untuk menjalani pemeriksaan di Jakarta, Kamis (4/10). Pelaku penyebaran berita bohong atau hoax itu ditangkap oleh pihak kepolisian di Bandara Soekarno Hatta saat akan pergi keluar negeri.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum Ratna Sarumpaet, Insank Safruddin menyanggah Undang-Undang ITE yang disangkakan pada Ratna Sarumpaet. Menurut Insank, pasal UU ITE itu tidak relevan bila disangkakan terhadap Ratna Sarumpaet.

Insank mengatakan, Ratna menceritakan cerita bohong penganiayaan hanya pada pihak keluarga. Menurut dia, tidak ada niatan Ratna menceritakan kisah ini hingga kebohongannya teramplifikasi ke khalayak luas. Insank mengatakan, Ratna tidak menggunakan teknologi untuk menyampaikan kebohongannya.

"Kalau menyampaikan iya, sarana undang-undang ITE tidak ada. Dia gunakan di mana? Kalau dia sampaikan pada pihak keluaraga kan disampaikan secara langsung," kata Insank di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (5/10).

Insank pun mengakui, cerita itu disampaikan secara lisan ke beberapa tokoh lainnya, misalnya Prabowo Subianto, Fadli Zon, dan sejumlah tokoh lainnya. Namun, kata dia, cerita itu pun hanya sekedar disampaikan.

"Apa yang sampaikan hanya bercerita dan hal itu juga sebagai merasa bersalah sudah meminta maaf," kata dia.

Kendati demikian, Insank enggan berspekulasi terkait perkara hukum tokoh lain yang menyampaikan cerita Ratna Sarumpaet ke publik. Ia menyatakan hanya fokus pada kasus hukum yang dihadapi kliennya itu.

Insank juga menegaskan bahwa Ratna tak pernah sengaja dan memuat unsur politik dalam penyampaian kebohongan itu. "Nggak ada kesengajaan. Makanya saya bilang dari awal bahwa ini konsumsi keluarga. Tapi menjadi bias seperti ini. Ya sudah kita akan hadapi secara hukum saja," ujar dia.

Baca juga:

Polda Metro menjerat Ratna dengan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan Pasal 28 juncto Pasal 45 Undang-Undang ITE terkait penyebaran hoaks penganiayaan. Atas kasus tersebut, Ratna terancam 10 tahun penjara.

Kepolisian membongkar fakta berbeda terkait isu penganiayaan Ratna Sarumpaet yang beredar di internet. Ratna awalnya mengaku dipukuli di Bandung pada 21 September 2018. Politikus yang mendengar cerita Ratna pun turut menyampaikan kisah bohong Ratna ke publik.

Namun, penyelidikan polisi menemukan bahwa Ratna di Jakarta pada tanggal tersebut, tepatnya di RS Bina Estetika hingga 24 September. Lebam di muka Ratna pun ternyata diakibatkan operasi sedot lemak yang dijalaninya.

Ratna akhirnya mengakui bahwa ia berbohong pada sejumlah politikus dan tokoh terkait penganiayaan yang dialaminya. Sejumlah tokoh tersebut yang menyampaikan bahwa Ratna dipukuli di antaranya, Prabowo Subianto, Fadli Zon, Sandiaga Uno, Dahnil Anzar, Amien Rais dan belasan lainnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement