Sabtu 06 Oct 2018 05:36 WIB

Ekonomi tak Stabil, Ini Tawaran Solusi Rizal Ramli

Rizal menyarankan pemerintah jangan hanya fokus mengurangi skala kecil.

Rep: Ali Mansur/ Red: Andi Nur Aminah
Mantan Menteri Koordinator Perekonomian Rizal Ramli saat menghadiri acara Round Table Discussion yang dilaksanakan di Gedung Nusantara IV, Jakarta, Selasa (23/5).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Mantan Menteri Koordinator Perekonomian Rizal Ramli saat menghadiri acara Round Table Discussion yang dilaksanakan di Gedung Nusantara IV, Jakarta, Selasa (23/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Calon Presiden nomer urut 02, Prabowo Subianto mengumpulkan para ahli dan pakar ekonomi untuk membahas masalah bangsa serta mencari solusinya. Ekonom senior Rizal Ramli yang ikut dalam rapat tesebut menyampaikan saran kepada pemerintah untuk mengatasi ketidaksabilan ekonomi bangsa.

Rizal menyarankan pemerintah jangan hanya fokus mengurangi skala kecil. "Jangan hanya kurangi impor 1.147 produk yang kebanyakan kecil-kecil seperti bedak, lipstik, dan lainnya, tapi juga berani memangkas impor komoditas besar. Rizal Ramli mencontohkan impor baja dari China," jelas Rizal Ramli, di Kertanegara, Jakarta Selatan, Jumat (5/10).

Rizal juga meminta pemerintah berani mengenakan tarif antidumping terhadap impor baja dan turunannya. Saat ini baja asal Cina terlalu banyak dijual ke Indonesia dengan harga yang murah. Sehingga Krakatua steel pun merugi karena adanya baja Cina ini.

Oleh karena itu, Rizal mengatakan pemerintah laksanakan memberikan tarif antidumping sebesar 25 persen terhadap produk baja dan turunannya. "Otomatis impor baja akan turun, impor kita akan turun lima miliar dolar Amerika. Produksi dalam negeri naik, Krakatau Steel dan swasta akan untung," tambahnya.

Namun, Rizal mengakui, Cina bakal keberatan jika Indonesia menerapkan kebijakan tersebut. Tapi pemerintah tentu bisa melobi pemerintah Cina. "Lobi dong sama Presiden Xi Jinping (Presiden Cina), bilang Pak jangan terlalu banyak impor kasih waktu kita dua tahun karena kalau Indonesia krisis Cina juga kena. Tolong kita kurangi impor dari Cina," kata mantan Menko Kemaritiman itu.

Selanjutnya dia juga menyarankan pemerintah mewajibkan, tidak hanya mengajak sukarela, para pengusaha membawa pulang devisa hasil ekspor. Untuk saat ini yang masuk hanya 20 persen, sisanya ditaruh di Singapura, Hong Kong. Maka pemerintah mewajibkan supaya semua eksportir masuk ke dalam. "Memang sudah pemerintah mengajak beberapa pengusaha untuk memakai rupiah, tapi itu tidak memadai, kita harus ada di depan kurva untuk bisa keluar dari krisis ini," tegasnya. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement