Jumat 12 Oct 2018 14:43 WIB

Dolar Menguat, Pengusaha Farmasi Tetap Pertahankan Harga

Pengusaha masih melihat kondisi dolar AS yang terbilang fluktuatif.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Obat
Obat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Gabungan Pengusaha Farmasi (GPFI) Vincent Harijanto mengatakan, pengusaha di industri farmasi tidak dapat menaikkan harga dalam waktu dekat akibat penguatan dolar AS. Sebab, beberapa pengusaha memasok obat untuk BPJS Kesehatan yang sesuai kontraknya tidak bisa menaikkan harga jual obat.

Vincent menambahkan, setidaknya 90 sampai 95 persen bahan baku industri farmasi masih impor dengan dominasinya dibeli dari Cina dan India. Pembelian tersebut menggunakan mata uang dolar AS, sehingga ketika dolar AS menguat terhadap rupiah, harga produksi pun terganggu sekitar 10 sampai 20 persen.

"Tingkat terdampak berbeda-beda karena kandungan obat berbeda-beda," tuturnya ketika dihubungi Republika.co.id, Jumat (12/10).

Selain memasok obat ke BPJS Kesehatan, alasan lain industri farmasi tidak dapat langsung menaikkan harga adalah persaingan dengan obat lebih murah yang disediakan BPJS. Selama ini, Vincent menjelaskan, pengusaha mengantisipasinya dengan menekan efisiensi biaya produksi sampai biaya kemasan. Cara ini juga membantu di tengah kondisi penguatan dolar AS saat ini.

Pengusaha juga masih melihat kondisi dolar AS yang terbilang fluktuatif. Vincent menuturkan, apabila pengusaha menaikkan harga hari ini dan ternyata nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kembali normal pada bulan depan, justru akan lebih merepotkan.

"Kami pelajari dulu, sehingga tidak semena-mena naik dan turunkan harga," ujarnya.

Di samping penguatan dolar AS, Vincet menjelaskan, permasalahan utama yang dihadapi pelaku bisnis farmasi adalah proteksi yang dilakukan pemerintah Cina. Pabrikan material mentah obat di negeri panda tersebut tengah berhadapan dengan regulasi proteksi lingkungan yang baru. Di antaranya, wajib memindahkan pabrik yang berefek pada peningkatan biaya produksi.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menganjurkan agar pelaku industri farmasi nasional memanfaatkan sumber bahan baku alam, sehingga bisa membuat produk biofarmasi. Pemerintah sedang menggarap skema pemberian insentif untuk memacu tumbuhnya inovasi produk di sektor industri ini.

Menurut Airlangga, biofarmasi merupakan salah satu solusi dalam mengatasi permasalahan tingginya impor di sektor farmasi. Selain Indonesia yang kaya sumber daya alam, tren kembali ke alam sedang tinggi di tengah masyarakat. "Semakin banyak konten lokal, akan membantu daya saing industri," ujarnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement