Jumat 12 Oct 2018 16:50 WIB

Ada Kemungkinan Caleg Eks Koruptor Diumumkan di TPS

Teknis desain surat suara harus dikonsultasikan ke DPR.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Muhammad Hafil
Penyaringan caleg mantan koruptor
Foto: republika
Penyaringan caleg mantan koruptor

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman, mengatakan ada kemungkinan para caleg mantan narapidana kasus korupsi diumumkan namanya dalam daftar calon tetap (DCT) Pemilu 2019 yang ditempel di tempat pemungutan suara (TPS). KPU tetap belum memutuskan cara untuk mengumumkan para caleg yang merupakan eks koruptor tersebut kepada masyarakat.

"Bisa saja (dibuat pengumuman di TPS). Tetapi, itu masih dalam diskusi kami. Sebab dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, menyebutkan para mantan narapidana korupsi harus mendeklarasikan (statusnya). Nah mendeklarasikan itu bisa dimaknai juga KPU membantu mendeklarasikan lewat papan pengumuman (yang ada di TPS)," ujar Arief ketika dijumpai wartawan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (12/10).

Dia melanjutkan, opsi untuk mengumumkan di TPS itu sudah menjadi bahan diksusi oleh internal KPU. "Namun, kami belum memutuskan nanti akan melakukannya seperti apa," tegas Arief.

Sebagaimana diketahui, sebelumnya, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), sempat mengusulkan agar KPU memberi tanda untuk para caleg mantan narapidana korupsi di kertas suara Pemilu 2019. Namun, KPU pun belum memutuskan apakah usulan ini akan dijalankan atau tidak.

Arief menjelaskan, desain surat suara sudah diatur berdasarkan UU Pemilu Nomor 7 tahun 2017. "Jadi ada misalnya untuk DPD ada foto, nama dan nomor urut. Kemudian, untuk pemilu presiden ada gamabar capres, nama, gambar parpol pengusul. Sementara itu, untuk DPR itu ada gambar parpol lalu nomor caleg. Jadi kita tidak bisa mengisi surat suara dengan hal-hal yang tidak ditentukan oleh undang-undang," ungkapnya.

Sebenarnya, kata Arief, masyarakat mengharapkan surat suara untuk memilih caleg DPR dan DPRD juga mencantumkan foto. Namun, KPU tidak bisa mengakomodasi usulan itu karena nantinya surat suara untuk pemilihan caleg menjadi sangat besar ukurannya.

"Kalau memang ada usulan diberi penanda di surat suara, KPU pernah mencoba membuat desain itu. Namun, sepertinya nanti bukan hanya merepotkan tetapi ukuran surat suara akan menjadi terganggu," tambah Arief.

Sebelumnya, anggota KPU, Pramono Ubaid Tanthowi, mengatakan pihaknya dan Komisi II DPR akan membahas penandaan surat suara bagi mantan narapidana korupsi yang menjadi caleg.

Menurut Pramono, KPU dan Komisi II DPR akan membahas teknis desain surat suara Pemilu 2019 pada 16 Oktober nanti. "Nanti akan kami konsultasikan desain surat suaranya, ukuran panjang kali lebarnya, besar huruf yang digunakan, besar kolomnya, lebar jarak antar kolom, besar logo setiap parpol. Yang seperti ini kan harus dikonsultasikan kepada DPR," jelas Pramono ketika dijumpai wartawan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (9/10) lalu.

Sebelumnya, KPU sudah melakukan uji publik tentang rancangan lima surat suara Pemilu 2019. Pramono mengatakan, dalam uji publik yang dihadiri oleh parpol dan masyarakat sipil pemerhati pemilu itu, KPU mendapatkan berbagai masukan seperti batas bawah kolom surat suara dan cara mencoblos surat suara.

Masukan yang sudah diterima itu nantinya berpotensi untuk diakomodasi oleh KPU. Karena itu, Pramono menegaskan jika desain surat suara yang sempat dipersentasikan dalam uji publik pada September lalu tersebut belum final. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement