REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Frisian Flag Indonesia dalam menyambut Hari Pangan Sedunia yang diperingati pada tanggal 16 Oktober kembali menggelar Milk Versation. Ini dilakukan sebagai bentuk kepedulian Frisian Flag Indonesia terhadap pentingnya memahami literasi gizi dan konsumsi pangan berkualitas untuk memenuhi kebutuhan gizi seimbang.
Frisian Flag Indonesia menyelenggarakan Milk Versation ini juga karena menyadari rendahnya literasi gizi di mana menjadi tombak utama terjadinya masalah gizi. Yang mana masalah gizi ini berdampak besar pada terganggunya pertumbuhan dan kesehatan fisik seseorang.
Kemudian dengan beragamnya sumber pangan bergizi masih saja ada yang mengalami kelaparan, kurang gizi dan masalah kesehatan lainnya di mana tentunya ada yang salah yakni kurangnya literasi gizi.
“Indonesia itu ternyata nomor dua, kekayaan keragaman hayati setelah Brazil, harusnya kita punya sumber daya hayati yang bisa diolah menjadi pangan itu sungguh luar biasa banyaknya. Tetapi ironisnya sampai detik ini, kita masih banyak masalah-masalah masyarakat yang berhubungan dengan pangan,” kata Corporate Affairs Director PT Frisian Flag Indonesia, Andrew F. Saputro di Hotel Gran Mahakam, Jakarta pada Jum’at (12/10).
Untuk itulah Frisian Flag Indonesia mengajak masyarakat untuk turut meningkatkan literasi gizi untuk mendukung terpenuhinya gizi seimbang dengan mengkonsumsi pangan yang berkualitas. Apalagi tingkat literasi Indonesia secara umum menduduki posisi kedua terbawah dari 61 negara di dunia.
Artinya potensi keragaman hayati di Indonesia dengan beragam sumber pangan bergizi tidak dimanfaatkan dengan maksimal.“Keanekaragaman hayati itu juga harus diimbangi dengan literasi gizi yang baik di seluruh masyarakat Indonesia,” ujar Andrew.
Literasi gizi itu sendiri berarti tingkat individu mempunyai kapasitas untuk memperoleh, mengolah, memahami informasi gizi dari setiap yang dibutuhkan untuk membuat keputusan gizi yang tepat.
“Semakin meningkat literasi gizinya itu akan menentukan kualitas gizi seseorang itu,” kata Guru Besar Bidang Keamanan Pangan dan Gizi, Fakultas Ekologi Institut Pertanian Bogor, Prof. Ir. Ahmad Sulaeman, MS, PhD.
Menurut Sulaeman dengan makanan manusia bisa bertahan hidup dan tentunya untuk bisa memilih makanan seperti yang diatur ataupun yang ditentukan harus melek gizi. Dalam arti masyarakat harus meningkatkan literasi gizinya. Selain itu pengetahuan gizi dari seseorang sangat mempengaruhi persepsi gizi kemudian mempengaruhi perilaku gizi, itulah pentingnya literasi gizi.
“Kita juga tahu literasi gizi di Indonesia masih rendah bahkan di Amerika walaupun wartawannya berpendidikan pangan dan gizi, masih ada sekitar 28% yang literasi gizinya masih rendah, itu studinya di Missisipi,” kata Sulaeman.
Dampak dari kurangnya literasi gizi ini tentunya berakibat ke masyarakat percaya kepada hoaks yang tersebar mengenai prioritas makanan yang keliru. Selain itu menurut Sulaeman orang tua sekarang sudah terbiasa membiarkan anak berangkat ke sekolah tanpa sarapan. Makanan sehat itu juga bukan hanya tentang gizi tanpa memperhatikan rasa.
“Ini yang masih kita alami, kalau tidak makan nasi rasanya belum makan, ini yang perlu kita pahami. Karena sesungguhnya kita adalah apa yang kita makan,” tutur Sulaeman.
Selain itu tingkat literasi gizi akan menentukan fakto apa yang akan dipilih dalam memilih makanan seperti kemudahan, kenyamanan, ketersediaan pangan, kebiasaan memakan, referensi makanan tapi yang diperhatikan adalah masalah makan merupakan masalah global.
Literasi gizi ini pengaplikasiannya bukan hanya mampu menghitung kebutuhan gizi tapi juga bijak dalam membaca label informasi pada makanan olahan yang nantinya dikonsumsi. Karena penting untuk membaca label informasi di makanan olahan untuk mengetahui apakah bisa memenuhi gizi kita atau tidak. Gizi yang dibutuhkan manusia dalam sehari dihitung dari angka kecukupan gizi yakni 2150 kkal yang mana berfungsi agar proses metabolisme di dalam tubuh berlangsung dan untuk aktifitas manusia.
“Makanan itu harus mengandung sesuatu yang bermanfaat bagi tubuh kita,” ujar Sulaeman.