Sabtu 13 Oct 2018 20:11 WIB

Produk Halal Penting Bagi Umat Islam

Konsumsi produk halal bagian dari kewajiban seorang Muslim.

Hanny Nurlatifah, Direktur Eksekutif CHCS
Hanny Nurlatifah, Direktur Eksekutif CHCS

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Hasil riset Center of Halal Lifestyle and Consumer Studies (CHCS) menyatakan bahwa 72,5% konsumen Muslim meyakini pentingnya mengkonsumsi makanan yang halal. Mereka berkeyakinan mengkonsumsi produk halal bagian dari kewajiban sebagai Muslim. 

Menurut Hanny Nurlatifah, Direktur Eksekutif CHCS, Hal ini dikarenakan umat islam di Indonesia semakin sadar akan pentingnya kehalalan produk. Kesadaran religiusitas masyarakat juga mendorong gaya hidup halal di Indonesia. Situasi ini menjadi tantangan bagi pelaku industri. 

Tren halal awareness ini, papar Hanny, yang juga dosen riset pemasaran UAI, berdampak luas menjangkau berbagai industri. Dari mulai industri makanan, wisata dan perjalanan, pakaian dan fashion, kosmetik, finansial, farmasi, media, pendidikan hingga urusan fitness, olahraga dan budaya.

‘Artinya penting bagi perusahaan untuk bisa Memahami tuntutan konsumen dan mengantisipasi perubahan pasar. Dua hal tersebut adalah kunci memenangi persaingan,” tegasnya dalam siaran persnya, Sabtu (11/10).

Chairman CHCS, Firsan Nova menambahkan bahwa Isu kehalalan produk menjadi relevan dan mendapatkan momentum di tengah Membanjirnya produk global masuk ke Indonesia.

Hal Ini Mendorong pemain global untuk menghalalkan produknya. Fenomena ini terlihat dari ramai nya gerai fastfood global dengan berupaya mendapatkan sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia. 

Terlepas dari isu kehalalan, pertumbuhan industri makanan dan minuman di Indonesia tumbuh relatif baik. Kontribusi industri terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai Rp 540 triliun, menjadikan sektor ini salah satu penyumbang terbesar terhadap PDB RI.

Berdasarkan riset Thomson Reuters, Indonesia menempati expenditure rank peringkat pertama. Namun demikian, dari sisi player rank, peringkat Indonesia tidak masuk 10 besar. Artinya Indonesia merupakan pasar besar tanpa diimbangi oleh produsen domestik yang besar pula. Merek-merek lokal belum banyak mengisi pasar domestik.

Hal ini menurut Firsan yang juga pengajar di Fakultas Ekonomi Unsada “adalah tantangan bagi para pelaku industri lokal untuk mengisi relung pasar yang sesungguhnya relatif besar”. “Masa depan adalah untuk mereka yang bersiap hari ini” pungkasnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement