REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan mengatakan kampanye negatif bisa saja menyelipkan kampanye hitam. Karena itu, Bawaslu tidak bisa menggeneralisasi semua kasus untuk menentukan apakah ada pelanggaran atau tidak.
Ia mengatakan jika menilik definisinya, kampanye negatif berarti mencari kelemahan lawan politik berdasarkan fakta. Kampanye negatif berbeda dengan kampanye hitam.
Kendati demikian, ia mengatakan, persoalan kampanye negatif bukan pada diizinkan atu tidak. Karena itu, Abhan mengatakan, Bawaslu akan melihat persoalan pelanggaran kampanye berdasarkan kasus per kasus.
“Apakah nanti ada pelanggaran atau enggak harus secara kasuistis, belum tentu hanya negative campaign, bisa juga (kampanye negatif) ada unsur black campaign-nya," kata Abhan saat ditemui di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (15/10).
Ia menerangkan pendalaman terhadap kasus per kasus ini akan memudahkan untuk menentukan apakah kampanye termasuk kampanye hitam (black campaign) atau kampanye negatif (negative campaign). “Kami harus melihat dulu kayak apa. Apakah itu masuk bisa juga negatif atau black campaign. Tinggal lihat kasusnya apa," kata Abhan.
Abhan melanjutkan, jika dalam kampanye negatif terdapat unsur kampanye hitam maka pihak yang dapat disanksi adalah pelaksana tim kampanye maupun peserta kampanye. Hal ini sesuai Undang-Undang Pemilu.
Jika itu dilakukan oleh di luar tim maka akan dikenakan pidana umum. "Ketika itu orang orang yang tak termasuk dalam kategori pelaksana tim kampanye maka tentu itu bisa masuk ruang tindak pidana lainnya, bisa dilakukan penyidikan oleh polisi baik pakai UU ITE atau UU KUHP seandainya ada tindak pidana di UU KUHP," kata Abhan.
Karena itu, ia mengimbau tokoh politik tetap menjaga suasana kondusif selama masa kampanye Pemilu 2019. Hal ini disampaikan menyusul polemik terkait arahan Presiden PKS Sohibul Iman kepada kadernya untuk melakukan kampanye negatif.
"Tentu harapan kami di masa kampanye ini seluruh tokoh politik untuk menyejukan situasi sekarang," kata Abhan.