REPUBLIKA.CO.ID, BANYUASIN -- Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Bambang mengingatkan para pemangku kepentingan di Kabupaten Banyuasin, Sumatra Selatan, terus berusaha meningkatkan produksi sawit. Ini mengingat Kabupaten Banyuasin memiliki potensi pengembangan produksi sawit yang sangat besar.
“Di Banyuasin ada 932 ribu hektare lahan sawit. Sehingga, sawit yang sudah menyumbangkan ratusan triliun untuk pendapatan negara bisa kita tingkatkan,” kata Bambang saat acara Tanam Perdana Kebun Masyarakat (Plasma) Kelapa Sawit di Desa Air Kumbang Bakti, Kecamatan Air Kumbang, Kabupaten Banyuasin, Sumatra Selatan, Senin (15/10).
Karena untuk saat ini, produksi dari setiap satu hektare lahan sawit menghasilkan dua hingga tiga ton per hektare. Seharusnya, bisa ditingkatkan menjadi 10 hingga 12 ton per hektare.“Kalau produksi sawit meningkat maka ini bisa menambah kesejahteraan bagi petani,” kata Bambang saat memberikan sambutan.
Untuk meningkatkan produksi sawit itu, Bambang menyebut semua pihak baik petani, pemerintah, dan perusahaan untuk membenahi industri perkebunan sawit. “Tentunya dalam berbagai hal, usaha perkebunan kita masih banyak tantangan,” kata Bambang.
Salah satu tantangan terbesar itu kata Bambang adalah banyak pihak yang tak mengkehendaki perkebunan sawit di Indonesia ini maju. Padahal, dari seluruh dunia, lahan di Indonesia adalah tempat yang paling baik untuk perkebunan sawit.
Pihak-pihak yang tak ingin perkebunan sawit di Indonesia ini maju mempengaruhi pikiran anak-anak muda dan masyarakat untuk menentang perkebunan sawit. Mereka mengkampanyekan hal-hal yang negatif tentang perkebunan sawit. Tujuannya adalah agar produksi sawit di Indonesia tidak sebaik sebagaimana mestinya.
“Sehingga, mereka senang dengan kualitas sawit yang biasa-biasa saja supaya mereka bisa membeli sawit dengan harga yang murah. Inilah tantangan kita,” kata Bambang.
Untuk mengatasi itu, kata Bambang, maka semua pihak harus meningkatkan tata kelola yang benar di sektor perkebunan sawit. Pertama, pemerintah daerah harus melakukan pendataan.
“Untuk Pak bupati saya mohon, Ditjen Perkebunan tak bisa melalukan apa-apa untuk mengembangkan sawit di Banyuasin,” kata Bambang.
Salah satu tata kelola itu adalah soal pendataan. Saat ini, lanjut Bambang, pihaknya bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah melakukan pengawasan untuk menertibkan data. Ini bertujuan agar tak ada kesimpangsiuran data.
“Ini dimulai dari pendataan di tingkat desa, kecamatan, kabupaten, hingga tingkat nasional,” kata Bambang.
Kedua, menertibkan soal perizinan. Saat ini, masih banyak perusahaan sawit yang masih tak tertib dalam perizinan. “Jangan ada perusahaan sawit yang mengelola sawit dengan izin yang ilegal. Ini kita harus uraikan benang kusutnya,” kata Bambang.
Ketiga, lanjut Bambang, soal perkebunan rakyat. Pihaknya meminta Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN supaya memberikan sertifikat lahan. Saat ini juga, menteri pertanian hingga presiden, terus mengawasl itu semua agar lahan pertanian rakyat bersertifikat.
Sementara, terkait dengan acara tanam perdana itu, dilakukan di dua desa dengan luas lahan 1.000 hektare. Proses penanaman itu diperkirakan memakan waktu hingga lima bulan yaitu hingga Februari 2019. Jika tak ada halangan, maka panen perdana bisa dilakukan pada Januari 2022.