REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menekankan adanya pengurangan curah hujan di Pulau Jawa. Penyebabnya adalah kemarau panjang atau keterlambatan awal musim hujan akibat pengaruh El Nino.
Deputi Bidang Klimatologi BMKG Herizal mengatakan, Pulau Jawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT), sebagian Sumatera bagian Selatan dan Kalimantan bagian Tengah, Timur dan Selatan akan terdampak pengurangan curah hujan. Namun pengurangan curah hujan tidak separah wilayah timur.
"Daerah yang berpotensi terdampak berupa pengurangan curah hujan yang cukup signifikan itu wilayah sebagian besar Sulawesi (Sulawesi Tengah, Tenggara, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat bagian Timur), Maluku dan Maluku Tenggara juga sebagian Papua," katanya, Rabu (17/10).
Ia menjelaskan, berdasarkan data yang dimiliki BMKG, kejadian El Nino memberikan pengaruh yang nyata di wilayah bagian timur dan tengah Indonesia. Pada saat fenomena El Nino terjadi, hampir sebagian besar gerak naik udara konvektif dan pusat pembentukan awan-awan berpotensi hujan berpindah ke Pasifik bagian tengah dan timur. Pada saat kondisi normal, pusat konvektif ini berada di wilayah Indonesia.
"Sebagai konsekuensinya, wilayah Indonesia bagian timur, udara cenderung bergerak turun sehingga cenderung menciptakan cuaca cerah dan kurang hujan," ujar dia.
Sementara itu, Kepala Bagian Humas BMKG Hary Djatmiko mengatakan, prediksi pada November nanti, umumnya curah hujan pada kisaran tinggi dan menengah (300 mm-500 mm per bulan). Curah hujan tinggi berpeluang terjadi di sekitar pesisir barat Sumatera, mulai Aceh sampai Bengkulu, Kalimantan Barat bagian barat dan pegunungan Jayawijaya.
"Curah hujan rendah berpeluang terjadi di sekitar Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi Selatan bagian selatan dan Sulawesi Tenggara bagian selatan," katanya. Curah hujan rendah berada di bawah 100 mm per bulan.
Sedangkan untuk Jawa Barat bagian selatan, sebagian Jawa Tengah dan Jawa Timur akan hujan di bawah curah hujan normal. Padahal pulau Jawa dan Sulawesi Selatan merupakan sentra produksi padi.
Namun, Sekretaris Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian (Kementan) Maman Suherman menekankan produksi beras dalam negeri tidak akan terganggu. "Produksinya tertutup oleh daerah yang di Sumatera," kata dia.
Menurutnya, curah hujan di Sumatera cukup baik sehingga akan memberikan produksi padi yang baik pula. Begitu juga dengan keberadaan lahan rawa di Sumatera dan Kalimantan yang berpotensi peningkatan produksi paling besar pada musim kering.
Mitigasi bencana kekeringan maupun hujan deras sebenarnya telah dilakukan Kementerian Pertanian sejak lama. Salah satu caranya dengan membuka lahan pertanian baru agar tak terpusat di Pulau Jawa.
Saat ini produksi padi di Pulau Jawa berada di angka 40 juta ton gabah Kering Giling (GKG). Sementara produksi di luar Jawa sudah 43 juta ton GKG. "Jadi luar Jawa ini akan mengkontribusi kebutuhan di pulau Jawa," kata dia.