REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekjen Partai Nasdem Jhonny G Plate menegaskan, pembahasan soal saksi partai yang dibiayai oleh negara melalui APBN oleh sebagaian anggota Komisi II bukanlah keputusan resmi. Jhonny yakin tidak akan disetujui bersama di DPR karena tidak melalui keputusan Paripurna dan tidak melibatkan pihak pemerintah.
"Keputusannya anggaran negara peruntukannya itu apa, diputuskan di Paripurna, bukan di Komisi II. Kalau hanya dibahas saksi dibiayai negara di Komisi II, sedangkan pemerintah tidak ikut pembahasan. Tiba-tiba muncul angka Rp 2,5 triliun untuk biaya saksi ditanggung negara. Itu dari mana?," kata Jhonny G Plate kepada wartawan, Jumat (19/10).
Nasdem menilai soal saksi dibiayai negara yang dibahas oleh sebagian Komisi II kemarin, bukan keputusan resmi DPR. Karena tidak melibatkan pemerintah serta penyelenggara atau pengawas pemilu. Terlebih dasar munculnya biaya sebesar Rp 2,5 triliun pun, menurutnya tidak jelas.
Dan di Komisi II, ia bisa memastikan tidak semua fraksi setuju dengan pembahasan saksi dibiayai negara tersebut. Begitu juga ketika pembahasan ini dibawa ke Badan Anggaran (Banggar) tidak semua fraksi setuju, apalagi pemerintah. "Ini hanya segelintir anggota saja yang ngomong ke media," ucapnya.
Perdebatan soal saksi dibiayai negara, menurutnya, sebenarnya bukanlah hal baru. Perdebatan sudah ada sejak jauh hari pada saat awal-awal pembahasan UU Pemilu. Namun akhirnya diputuskan ditolak dengan beberapa solusi. Diantaranya adalah mengaktifkan saksi yang netral dari pengawas, yakni dari Badan Pengawas Pemilu setempat.
Karena itu, menurut Jhonny G Plate, apabila partai politik tidak mampu membayar saksi mereka di TPS, disana sudah ada saksi yang netral dari saksi pengawas. Dimana itu telah diatur dalam UU, yang telah dilatih oleh Badan Pengawas Pemilu ti tingkat Kabupaten, Kota hingga Kecamatan. "Belum lagi ada saksi dari pengamat independen yang ikut memantau, ada lagi Linmas dan saksi pengawas, jadi sudah cukup untuk menjaga netralitas TPS tersebut," ujarnya.
Sedangkan gunanyanya saksi tersebut adalah mengawasi agar jalannya pemilu tidak ada pelanggaran. Dengan lebih dari lima orang saksi, menurutnya, mekanisme penyelenggaraan pemilu di TPS sudah diusahakan setransparan mungkin, walaupun ada partai yang tidak mampu menyiapkan saksinya di TPS tersebut.