Selasa 23 Oct 2018 19:03 WIB

PBB Minta Prancis Cabut Larangan Niqab

Prancis dinilai melanggar konvenan internasional hak sipil dan politik.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Muslimah mengenakan niqab (ilustrasi)
Foto: Reuters/Chris Helgren
Muslimah mengenakan niqab (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Komite Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB mengatakan larangan niqab melanggar HAM. PBB juga meminta pemerintah Prancis untuk meninjau ulang peraturan tersebut.

Komite PBB mengatakan Prancis telah gagal menciptakan sebuah kasus tertentu untuk mendukung larangan tersebut. Pemerintah Prancis diberi waktu 180 hari untuk melaporlan kembali apa yang telah mereka lakukan untuk mencabut larangan ini.

"Terutama, Komite tidak terbujuk dengan klaim pemerintah Prancis yang menyatakan larangan tersebut dibutuhkan dan proporsional dari sudut pandang keamanan atau untuk mencapai tujuan 'hidup bersama' di masyarakat, " kata Komite, Selasa (23/10).

Keputusan itu diambil oleh komite yang berisi para pakar independen. Para pakar mengawasi kepatuhan negara-negara anggota PBB terhadap Konvenan Internasional Hak Sipil dan Politik (ICCPR). Sebenarnya, konvenan tersebut tidak perlu harus dipatuhi karena sifatnya opsional. Tapi berdasarkan perjanjian yang sudah sepakati, Prancis wajib mematuhinya.

Komite PBB menemukan pelanggaran HAM setelah dua perempuan warga Prancis mengajukan keluhan pada 2012. Mereka ditangkap dengan tuduhan telah melanggar Undang-Undang 2010 yang melarang pemakaian niqab.

"Tidak ada yang diperbolehkan, di ruang publik, memakai pakaian apa pun ditunjukkan untuk menutup wajah," bunyi undang-undang tersebut.

Komite PBB mengatakan larangan itu telah melanggar hak muslim Prancis untuk mengekspresikan kepercayaan agama mereka secara tidak proporsional.

Menurut Komite PBB, undang-undang itu juga dapat menyebabkan mereka terkurung di rumah dan terpinggirkan. Komite juga memerintahkan Prancis untuk membayar kompensasi kepada dua wanita yang mengajukan keluhan ini.

Ketua komite Yuval Shany mengatakan temuan itu bukan merupakan pengesahan jilbab seluruh tubuh. Shany juga mengatakan, ia dan beberapa lainnya di panel tersebut menganggap larangan itu sebagai bentuk penindasan.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement