REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (Wasekjen MUI) Tengku Zulkarnain mengatakan, kasus pembakaran bendera bertuliskan kalimat tauhid menjadi kesempatan kepolisian untuk memperbaiki citra. Khususnya memperbaiki citra di kalangan umat Islam.
"Ini supaya tidak panas berkelanjutan, polisi harus segera memproses karena ini sudah viral dimana-mana. Umumkan ke publik segera," kata Tengku, Rabu (24/10) pagi.
Ia mengatakan, jika polisi lambat dalam menindaklanjuti maka akan terkesan melindungi sesuatu yang sifatnya berpotensi merusak kerukunan umat. Tengku mengatakan, berkaca pada kasus-kasus sebelumnya, seringkali polisi tidak menindaklanjuti meski secara nyata ada unsur penghinaan agama. Ia mencontohkan, seperti kasus Sukmawati dalam pembacaan puisi.
"Jadi, inilah kesempatan polisi membersihkan dirinya," ujarnya.
Tengku Zulkarnain menilai, aparat dan pemerintah tak perlu lagi meributkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dalam kasus pembakaran bendera pada Senin (22/10) lalu. Sebab, HTI sudah dinyatakan sebagai organisasi terlarang dan telah dibubarkan.
Insiden pembakaran tersebut terjadi pada saat perayaan Hari Sanri di Kabupaten Garut. Anggota Banser NU kemudian melihat ada bendera berwarna hitam bertuliskan kalimat tauhid dan langsung membakarnya. Kejadian itu kemudian direkam dalam sebuah video dan viral di media sosial.
Tengku mengatakan, bendera yang dibakar tidak bisa disebut sebagai bendera HTI. Sebab, murni hanya bertuliskan kalimat tauhid. Menurutnya, bendera tersebut boleh saja dibakar jika selain kalimat tauhid, ada terdapat tulisan Hizbut Tahrir Indonesia.
"Misal ada kalimat tauhid lalu ada tulisan HTI-nya, itu baru boleh saja dibakar. Silakan saja karena ada tulisan organisasi," katanya lagi.