Kamis 25 Oct 2018 16:08 WIB

JK: Korupsi Marak karena Ada Pergeseran Fungsi DPR/DPRD

JK mengatakan dulu DPR tidak ikut campur mengatur proyek dan anggaran pemerintah.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Ratna Puspita
Jusuf Kalla
Foto: AP/Olivier Matthys
Jusuf Kalla

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla mengatakan, maraknya korupsi pejabat daerah dan anggota legislatif karena adanya perubahan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI maupun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Dulu, ia mengatakan, fungsi DPR tidak bisa ikut camput mengatur proyek dan anggaran pemerintah.

Jusuf Kalla menjelaskan, saat ini proyek pembangunan harus melalui persetujuan DPR maupun DPRD. “Kenapa sekarang anggota DPR banyak ditangkap, dulu tidak, ya jelas saja zaman dahulu DPR tidak ada fungsinya, tidak ngatur proyek, tidak ngatur angka-angka,” kata Jusuf Kalla ketika memberikan pembekalan kepada peserta PPRA LVIII dan alumni PPRA LVII Tahun 2018 Lembaga Ketahanan Nasional di Istana Wakil Presiden, Kamis (25/10). 

Pada masa lalu, Jusuf Kalla menyatakan, DPRD langsung mengetok palu sebagai persetujuan APBN yang dibuat pemerintah. “Sekarang negosiasi dulu baru bisa," ujar dia.

Jusuf Kalla mengatakan, negosiasi tersebut menyebabkan munculnya korupsi antara eksekutif dan legislatif yang selalu bersamaan. Hal ini yang menyebabkan kekhawatiran dalam menjalankan proses kenegaraan.

"Apapun kasus korupsi itu selalu bersamaan (legislatif) dengan eksekutif, karena itulah kekhawatiran kita yang terjadi dalam proses-proses kenegaraan kita," kata Jusuf Kalla.

Pada Rabu (24/10) lalu, KPK melakukan OTT Bupati Cirebon Sunjaya Purwadi Sastra. Dalam OTT itu, KPK menyita sejumlah uang dan bukti transaksi (transfer). 

Penangkapan ini diduga terkait jual beli jabatan di lingkungan pemerintah daerah. Sunjaya adalah bupati Cirebon periode 2014-2019. Bersama wakilnya Tasiya Soemadi, ia diusung oleh PDIP pada pemilihan bupati Cirebon 2013.

Pada September 2018, KPK menetapkan 41 anggota DPRD Malang sebagai tersangka suap terkait persetujuan penetapan Rancangan Peraturan Daerah (Perda) Kota Malang tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun anggaran 2015. Para anggota DPRD Kota Malang itu diduga menerima hadiah atau janji serta gratifikasi dari Wali Kota nonaktif Malang Moch Anton.

Jusuf Kalla berpesan, partai harus bisa menjaga fungsi kredibilitasnya dengan baik. Mereka harus dapat menjadi kader partai yang menyuarakan aspirasi rakyat ketika duduk di DPR.

"Partai harus berfungsi dengan baik, partai itu pentingnya waktu pemilu, kemudian kalau tidak ada pemilu partai apa yang diliat dia punya kinerja di DPR. Kalau di DPR mereka mengusulkan suara rakyat maka itu partai yang baik," ujar Jusuf Kalla. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement