REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Gerakan Pemuda (GP) Ansor Yaqut Cholil Quomas membuka ruang diskusi bagi pihak yang tersinggung akibat pembakaran bendera. Ia menegaskan, GP Ansor tetap memandang bendera berkalimat tauhid yang dibakar itu sebagai simbol Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
"Kalau mau diskusikan, mari kita duduk bicara apa itu tauhid. Tapi konteksnya harus diskusi agama, bukan diskusi politik, karena terkait dengan tauhid," kata dia saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (25/10).
Gus Yaqut, sapaan akarabnya, menilai permintaan maaf GP Ansor karena telah membuat kegaduhan publik seharusnya telah cukup. Sementara bagi yang masih merasa itu bendera tauhid, ia membuka diri untuk diskusi. Namun ia meminta yang berbeda pendapat tak memaksakan versinya.
Baca juga, Ini Kata GP Ansor Soal Pembakaran Bendera.
Sebelumnya, massa yang mengatasnamakan Barisan Nusantara Pembela Tauhid (BNPT) dijadwalkan akan menggelar "Aksi Bela Tauhid" di Jakarta, Jumat (26/10). Massa akan berkumpul di Patung Kuda, Jakarta Pusat, pukul 13.00 WIB serta dilanjutkan dengan long march menuju Kemenko Polhukam.
Ketua Persaudaraan Alumni (PA) 212, Slamet Maarif mengatakan, aksi tersebut bukan atas nama PA 212. Ini karena pada hari yang sama, pihaknya menggelar acara Pelantikan Daerah PA 212 Bekasi Raya sekaligus dukungan kepada pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Aksi turun ke jalan itu, kata Slamet, sebetulnya telah diusulkan oleh sejumlah ormas sejak kasus pembakaran bendera bertuliskan kalimat tauhid oleh Banser NU di Garut mencuat ke publik. Slamet mengaku telah meminta para ormas untuk menahan ak dahulu.
Namun, setelah mendengar sikap GP Ansor yang enggan meminta maaf atas aksi pembakaran bendera tersebut, para prakarsa aksi semakin bulat. "Saya bilang nanti dulu, tapi ormas-ormas semalam berkumpul ditambah pernyataan GP Ansor, jadi semakin mantap dan semakin bersemangat (menggelar aksi)," ujar dia.