Ahad 28 Oct 2018 13:14 WIB

Respons Protes PGI, DPR Buka Masukan untuk RUU Pesantren

RUU Pesantren baru disetujui sebagai usulan DPR sehingga masih bisa berubah.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Ratna Puspita
Anggota Komisi II DPR RI Ace Hasan Syadzily.
Foto: dpr
Anggota Komisi II DPR RI Ace Hasan Syadzily.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily memastikan poin pasal yang ada dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pesantren dan Pendidikan Keagamaan masih terbuka untuk berubah. Menurut Ace, RUU yang baru disetujui di rapat paripurna DPR dua pekan lalu sebagai RUU inisiatif DPR itu masih terbuka mendapat masukan-masukan dari berbagai pihak. 

Hal itu disampaikan Ace menyusul protes organisasi masyarakat (ormas) keagamaan agama Kristen atas pasal dalam draft RUU tersebut. "Pembahasan tingkat dua di komisi VIII DPR ini masih mungkin mendapatkan masukan-masukan dari berbagai pihak, terutama oleh organisasi keagamaan terutama yang terkait dengan pendidikan keagamaan tersebut," kata Ace saat dihubungi wartawan, Ahad (28/10).

Baca Juga

Menurutnya, pada saat pembahasan RUU tersebut antara DPR dan Pemerintah nantinya akan mengundang berbagai pihak terkait dengan pasal yang ada dalam RUU tersebut. Karena itu, masukan-masukan akan ditampung DPR dan Pemerintah.

"Masih mungkim mendapatkan masukan-masukan dari berbagai pihak terutama oleh organisasi keagamaan terutama yamg terkait dengab pendidkma keagamaan tersebut," kata Ace.

Sebab, saat ini Panja RUU tersebut belum dibentuk, karena menunggu utusan tim pemerintah. "Ya intinya ini masih terbuka untuk dibahas, pada saatnya kami akan mengundang PGI, KWI, MUI NU, Muhamadiyah untuk membicarakan tentang membahas tentang penyelengaraan pesantren dan pendidikan keagamaan itu," ujar Ace.

DPR telah menyepakati draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Pesantren dan Pendidikan Keagamaan sebagai inisiatif DPR. Namun, RUU ini mendapat respons beragam, termasuk juga keluhan. 

Kritikan terkait RUU yang disusun DPR salah satunya datang dari Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI). PGI menilai klausul syarat pendirian pendidikan keagamaan (pasal 69 dan 70) paling sedikit 15 peserta didik serta mendapat izin dari Kanwil Kementerian Agama tidak sesuai dengan model pendidikan anak dan remaja gereja di Indonesia. 

PGI menyatakan model pendidikan Sekolah Minggu dan Katekisasi tak bisa disetarakan dengan pesantren dan pendidikan keagaman lainnya. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement