Senin 05 Nov 2018 15:00 WIB

Antara Tubuh, Gigi dan DNA

Tim DVI bekerja 24 jam penuh dengan mengerahkan 20 orang petugas ahli.

Rep: Muslim AR/ Red: Andi Nur Aminah
Petugas Labfor Beskrim Polri mengambil sampel barang korban untuk mencari material ledakan pesawat Lion Air JT 610 yang jatuh di Perairan Karawang di Posko evakuasi pesawat Lion Air JT 610 di Dermaga JICT 2, Jakarta, Jumat (2/11/2018).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Petugas Labfor Beskrim Polri mengambil sampel barang korban untuk mencari material ledakan pesawat Lion Air JT 610 yang jatuh di Perairan Karawang di Posko evakuasi pesawat Lion Air JT 610 di Dermaga JICT 2, Jakarta, Jumat (2/11/2018).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tak ada satupun jenazah yang ditemukan dalam keadaan utuh dari 100 lebih kantong jenazah yang sampai di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur. Yang ada adalah bagian-bagian tubuh korban tercerai berai dalam bagian yang kecil dan disatukan dalam satu kantong jenazah.

Dalam satu kantong jenazah, bisa terdapat lebih dari satu mayat. Kepala Instalasi Kedokteran Forensik RS Polri Kramat Jati Kombes Pol Edy Purnomo tampak ragu mengucapkan persentase tubuh jenazah yang ditemukan. "Saya enggak bisa bicara detailnya, namun sampai saat ini, body part yang sampai ke kita paling besar itu 40 persen," jelas Edy pada Republika.co.id setelah press confrence di Pokso DVI (Disaster Victim Identification), di RS Polri, Senin (25/11).

Edy menjelaskan, dari 137 kantong jenazaah yang dikirimkan dari Tanjung Priok, Edy menyatakan hanya satu jenazah yang ditemukan memiliki persentase kelengkapan bagian tubuhnya yang hampir mencapai 40 persen. Selebihnya dalam bagian-bagian tubuh kecil.

Tim DVI harus berkejaran dengan waktu, karena pembusukan bagian tubuh menjadi kendala tersendiri untuk mengungkap  identitas korban. Identifiaksi dari tubuh hanya bisa dilakukan jika masih ada pakaian, sepatu atau benda yang menempel di tubuh korban. Jika tidak, tim DVI harus bekerja keras memisahkan bagian tubuh korban yang bercampur dengan bagian tubuh korban lainnya dalam satu kantong jenazah. "Dalam satu kantong itu terdapat body part jenazah yang berbeda," jelas Edy.

photo
Tim Disaster Victim Identification (DVI) Polda Jawa Timur melakukan proses pengambilan sampel darah Slamet dan Kartini, orangtua Alfiani Hidayatul Solikah salah seorang pramugari pesawat Lion Air JT 610 yang mengalami kecelakaan, di Desa Mojorejo, Kebonsari, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Selasa (30/10/2018).

Selain benda yang menempel di bagian tubuh korban, tim DVI juga bisa melacak tanda-tanda di kulit korban. Itu pun jika kulit korban masih ditemukan dalam bentuk sampel yang khas. Sampel khas itu jelas Edy adalah warna kulit, tanda lahir, hingga tato yang berada di kulit korban. "Kalau ada tato, ada si pembuat tatonya, maka body part itu bisa diidentifikasi," kata Edy.

Setelah dinyatakan bahwa salah satu bagian tubuh korban itu berbeda dengan bagian tubuh lainnya di dalam kantong jenazah yang sama, maka proses identifikasi yang tak kalah rumitnya, adalah melakukan rekonstruksi tubuh. Hal inilah yang membuat proses pengidentifikasi berlangsung lama. Jika dua hal di atas tidak ditemukan, masih ada tahapan identifikasi selanjutnya.

Saat ini baru 14 jenazah yang berhasil diidentifikasi dan diserahkan ke keluarga korban. Edy menjelaskan, pihaknya bekerja secara 24 jam penuh dengan mengerahkan 20 orang petugas. Petugas itu memiliki keahlian di bidangnya masing-masing. Edy mengatakan, dokter forensik yang bertugas misalnya, adalah dokter forensik terbaik di bidangnya. "Kita mengerahkan semua expert kita, bekerja selama 24 jam," kata Edy.

Namun ia menjelaskan, membutuhkan waktu minimal satu hari untuk mendapatkan dan menyocokkan data DNA korban. DNA adalah cara terakhir yang dilakukan dalam proses identifikasi. Edy menyebut, data yang paling akurat dan cepat teridentifikasi adalah gigi.

photo
Tim Disaster Victim Identification (DVI) Polri memeriksa jenazah korban jatuhnya pesawat Lion Air bernomor registrasi PK-LQP dengan nomor penerbangan JT 610 yang baru tiba di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (1/11/2018).

Ia menyebutkan, bahkan dalam keadaan terbakar sekalipun, gigi dapat direkonstruksi dan diidentifikasi dengan baik. Namun, sayangnya penemuan bagian gigi adalah hal yang sulit dalam kondisi korban yang berada di dalam air. "Yang paling kuat, akurat dan cepat itu gigi, namun itu kan (penemuan gigi korban, Red) jarang," kata Edy.

Cara identifikasi terakhir yang mampu dilakukan Tim DVi adalah dengan DNA. Edy mengatakan DNA, bisa lebih lama bertahan dan tidak akan tercampur dengan yang lainnya. Sebab DNA menempel di sel tubuh. Namun, pengungkapan DNA membutuhkan waktu yang lebih lama daripada gigi. "Misalnya jenazah yang masuk hari ini, baru akan diidentifikasi dengan DNA pada keesokan harinya, dan hasilnya baru keluar satu hari paling cepat," jelas Edy.

Sebelumnya, 14 orang korban Lion Air register PK-LQP berhasil diidentifikasi jenazahnya. Edy menyebut, rata-rata korban berhasil diidentifikasi dari DNA. Ahli forensik DNA menjadi ahli yang dominan dalam tim DVI. Edy mengatakan, hal ini ditempuh karena untuk pengidentifikasian dengan gigi, petugas terkendala dengan gigi korban yang belum ditemukan.

Edy berharap, gigi korban dapat segera ditemukan. Sebab gigi tidak akan rusak oleh garam, dan daya tahan gigi lebih lama dari bagian tubuh lainnya. "Dia tulang, dan resistensinya terhadap berbagai zat lebih kuat, ia tak mengurai karena air garam," kata Edy. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement